Polemik Nurhayati Jadi Tersangka, DPR: Jadi Pertanyaan Besar Bagi Kita Semua
Gedung DPR RI (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi III DPR ikut menyoroti status tersangka yang didapatkan bendahara desa, Nurhayati, setelah melaporkan dugaan kasus korupsi Kepala Desa.

Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh, menyebutkan penetapan tersangka tersebut tidak tepat, sebab pelapor kasus korupsi seharusnya dilindungi negara.

Terlebih yang menjadi pertanyaan adalah alasan kepolisian yang menyebut ada unsur tidak sengaja dalam penetapan status Nurhayati.

"Sehubungan dengan alasan pihak kepolisian yang mengatakan bahwa penetapan status tersangka Nurhayati sebagai tindakan 'tidak sengaja', faktanya ini menjadi pertanyaan besar bagi kita semua," ujar Pangeran Khairul Saleh, Selasa, 1 Maret.

Pangeran lalu menyinggung soal Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja sama (Justice Collaborators) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

"Semestinya aparat penegak hukum memberikan panduan awal yang jelas bahwa termasuk pada tindakan pidana tertentu yang bersifat serius. Seperti tindak pidana korupsi, dan lain-lainnya wajib dilindungi," ungkapnya.

Kemudian berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada dasarnya, kata Pangeran, masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. "Peran serta masyarakat antara lain diwujudkan dalam bentuk hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi (pelapor tindak pidana korupsi)," tambahnya.

Oleh karena itu, lanjut Pangeran, ketika Nurhayati melaporkan dugaan tindak pidana korupsi maka itu dapat dikategorikan sebagai whistleblower yang tentu adalah hak dan tanggung jawab masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sementara, khusus mengenai pencemaran nama baik diatur dalam Bab XVI tentang Penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 s.d 321 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak bisa langsung diterapkan berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf e jo. Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Dimana diatur bahwa dalam hal masyarakat melaporkan tindak pidana korupsi, maka mereka mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan hukum yang melibatkan LPSK juga tentunya," jelas politikus PAN itu.

Ke depan, Pangeran berharap, adanya kasus Nurhayati adalah 'warning' bagi aparat kepolisian dan pihak lain agar jangan main main dalam menegakan hukum yang berkeadilan.

"Saya berharap ke depan tidak ada lagi kasus serupa yang sangat merugikan masyarakat dan citra lembaga penegak hukum," pungkas Pangeran Khairul Saleh.