DPR Minta Percepatan Vaksinasi Menyusul Belasan Juta Vaksin Bakal Kedaluarsa
Ilustrasi/antara

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap, 18 juta vaksin gratis akan jatuh tempo atau kedaluarsa pada akhir Februari 2022 ini. Budi Gunadi menjelaskan, vaksin yang akan jatuh tempo atau expired dalam waktu dekat merupakan donasi dari negara maju.

Menanggapi itu, Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati, meminta Pemerintah mengevaluasi dan mempertimbangkan tanggal kadaluarsa vaksin sebelum menerima dan mendistribusikan vaksin hibah. Hal itu menurutnya, agar jangan sampai jumlah dosis vaksin kadaluarsa bertambah banyak dan mengakibatkan kemubaziran dan pemborosan.

"Meski vaksinnya gratis tapi proses diterima, distribusi hingga penyimpanan memakai anggaran negara," ujar Mufida kepada wartawan, Senin, 28 Februari.

Oleh karena itu, legislator PKS Dapil DKI Jakarta itu mendesak adanya strategi percepatan vaksinasi. Pasalnya, hingga 27 Februari ini baru 9 provinsi yang sudah mencapai vaksin lengkap dua dosis.

"Secara nasional kita masih kurang, untuk vaksin lengkap dua suntikan baru 69 persen. Bahkan ada tiga provinsi yang cakupan vaksin dosis pertamanya di bawah 70 persen, Maluku, Papua dan Papua Barat," ungkap Mufida.

"Artinya masih ada warga Indonesia yang masuk program vaksin tapi belum dapat satupun dosis vaksin," katanya.

Dia menyebut percepatan vaksinasi bisa dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya jenis vaksin yang mendekati kadaluarsa bisa digunakan sebagai booster yang capaiannya baru 4,7 persen.

"Kemarin sudah ada percepatan untuk lansia vaksin booster cukup menunggu 3 bulan sejak vaksin kedua tidak harus enam bulan. Ini bisa dikaji untuk petugas publik dan kelompok rentan lainnya bisa tidak cukup tiga bulan jaraknya untuk booster. Tapi harus melalui kajian sains dan kesehatan," kata Mufida.

Mufida juga mengingatkan, agar vaksinator maupun dokter yang akan menjaga vaksin baru haruslah berpengalaman. Hal ini supaya mampu menghadapi kendala di lapangan dalam mendistribusikan vaksin COVID-19 kepada masyarakat.

"Vaksin ini bukan hal yang baru, seharusnya kita bisa lebih berpengalaman. Mampu tidak menjangkau wilayah yang luas dengan waktu yang tersedia? Ini persoalannya dengan penggunaan anggaran negara. Kalau memang tidak mampu berani untuk menolak,” tegasnya.

Menurutnya, negara-negara Afrika saja berani menolak saat mau diberikan vaksin gratis yang tanggal kadaluarsanya tidak lama lagi dengan alasan realistis.

"Kita seharusnya bisa mengukur kemampuan penggunaan vaksin agar tak terjadi kemubaziran,” tegasnya.

Legislator PKS Dapil DKI Jakarta ini juga meminta pemerintah melakukan pendekatan kultural bagi daerah-daerah yang cakupannya masih kecil dengan komunikasi intensif kepada tokoh masyarakat setempat.

Dikatakannya, cara ini berhasil dilakukan saat ia turun ke daerah-daerah dan melakukan pendekatan ke tokoh setempat agar bersedia dilakukan vaksinasi di daerah tersebut.

"Butuh pendekatan persuasif dan intensif memang akhirnya butuh ketelatenan. Seperti di Papua masih minim sekali capaiannya bisa lakukan dengan pendekatan kultur,” kata Mufida.