Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi, menekankan pemerintah tidak pernah bermain-main membuat kebijakan yang dapat menyelamatkan nyawa pasien yang positif terinfeksi COVID-19.

“Satu nyawa itu berharga. Meskipun kita hitung, walaupun angka kematian Omicron jauh lebih rendah, tetap seharusnya kita bisa menyelamatkan walaupun hanya satu nyawa,” katanya dalam Konferensi Pers DBS Asian Insights Conference 2022: Towards a Revolutionary Future yang diikuti secara daring di Jakarta, dilansir Antara, Kamis, 24 Februari.

Ia menyebut bila melihat catatan pada angka kematian, jumlah kematian tertinggi yang diakibatkan oleh Omicron adalah 180 kasus, jauh lebih rendah dibandingkan dengan kematian karena varian Delta yang menyentuh 2.500 kasus per harinya.

Meskipun angka kematian turun cukup banyak, kata dia, pemerintah terus berusaha memperbaiki penanganan pandemi COVID-19 mulai dari penyiapan kebijakan yang dapat menekan laju kasus infeksi, memperluas vaksinasi serta mempersiapkan tenaga dan fasilitas kesehatan.

Termasuk di dalamnya, katanya, mulai memperkuat deteksi dini melalui kegiatan pelacakan kasus, menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level hingga melakukan isolasi dan karantina.

Guna memberikan pelayanan kesehatan yang baik pada masyarakat, kata dia, pemerintah tidak boleh membiarkan jumlah kasus mengalami penambahan dalam jumlah yang banyak. Sehingga nyawa milik pasien yang terinfeksi ataupun kelompok rentan dapat terselamatkan.

“Termasuk protokol kesehatan tetap kita dorong agar beban membutuhkan perawatan tadi tidak besar. Kalau besar, pasti fasilitas kesehatan tidak bisa memberikan layanan yang optimal,” katanya.

Ia juga mengatakan pemerintah sudah berkaca dari pengalaman pada terjadinya gelombang kedua varian Delta pada bulan Juni-Juli 2021 lalu di mana banyak orang kesulitan mengakses layanan rumah sakit dan tidak mendapatkan penanganan yang layak.

Oleh sebab itu pemerintah mulai menguatkan layanan telemedisin, menambah jumlah ventilator, kapasitas oksigen, bahkan obat-obat baru yang dibutuhkan pasien seperti Molnuvirapir. Pemerintah juga akan memberikan obat Paxlovid yang rencananya akan disediakan pada bulan Maret 2022.

Ia berharap dengan sejumlah usaha dan kebijakan yang dibangun itu, dapat diartikan menjadi sebuah komunikasi risiko yang bisa memperkuat pemahaman masyarakat mengenai kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia.

“Kita tidak mungkin 'men nol kan' COVID-19. Tapi bagaimana kewaspadaan, upaya pencegahan, kesiapan fasilitas dan pelayanan kesehatan terbangun. Masyarakat juga tahu kapan harus mengerem dengan sendirinya, kalau nanti kita hidup berdamai dengan covid, ini yang sedang kita rintis untuk menuju ke sana,” demikian Siti Nadia Tarmizi.