Jokowi: Jangan Buru-buru Tutup Wilayah, Kita Bekerja Berbasis Data
Presiden Jokowi/DOK. Setkab

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengingatkan agar semua kebijakan yang diambil terkait penanganan COVID-19 harus berdasarkan data sebaran virus tersebut. Jokowi meminta agar kepala daerah tak asal menutup wilayah yang mereka pimpin.

"Sekali lagi jangan buru-buru menutup sebuah wilayah, menutup kota, kabupaten dan kita bekerja itu berbasiskan data," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas terkait laporan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 14 September.

Selain meminta kepala daerah untuk tidak buru-buru menutup wilayah, Jokowi juga meminta agar mereka lebih menerapkan strategi intervensi berbasis lokal atau yang selama ini lebih disebut sebagai Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) di tingkat RT/RW, Desa, hingga kampung.

Alasannya, dengan penerapan strategi intervensi semacam ini maka penanganan dalam menghadapi penyebaran COVID-19 bisa dilakukan secara fokus dan detail. Sesuai dengan keadaan daerah-daerah yang ada. 

"Penanganannya tentu saja jangan digeneralisir. Di sebuah kota atau di kabupaten sama. Tidak di semua kelurahan, tidak semua desa, kecamatan mengalami hal yang sama merah semuanya. Ada yang hijau, ada yang kuning dan itu memerlukan treatment dan perlakuan yang berbeda," tegas eks Gubernur DKI Jakarta ini.

"Oleh sebab itu, sekali lagi strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi pembatasan berskala lokal penting untuk dilakukan. Baik itu manajemen intervensi yg dalam skala lokal, atau komunitas," imbuhnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman telah Presiden Jokowi lebih setuju dengan penerapan PSBM ketimbang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti yang dilakukan sejumlah daerah termasuk DKI Jakarta.

Hal ini sempat disampaikan oleh Presiden Jokowi aat dia melaksanakan pertemuan dengan pemimpin redaksi sejumlah media di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis, 10 September kemarin.

"Saya ikut mendampingi Presiden kemarin. Beliau menekankan, berdasarkan pengalaman empiris sepanjang penanganan COVID-19, pembatasan sosial berskala mikro atau komunitas ini lebih efektif untuk menerapkan disiplin protokol kesehatan," kata Fadjroel dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat, 11 September.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya memutuskan untuk menarik rem darurat di tengah merebaknya virus COVID-19 di Tanah Air. Aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti di masa awal pandemi Maret kembali diterapkan.

Artinya, dengan kebijakan ini, maka Jakarta kembali mengencangkan pembatasan kegiatan yang sempat dilonggarkan saat PSBB transisi. Segala sektor yang sempat diizinkan dengan ketentuan pengurangan kapasitas dan protokol kesehatan lainnya kembali harus ditutup.

Terkait PSBB ketat yang dilakukan oleh DKI Jakarta tersebut, Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menilai keputusan ini sudah tepat karena makin masifnya penambahan kasus COVID-19 di DKI Jakarta selama empat minggu terakhir ini terus bertambah.

"Pembatasan aktivitas sosial ekonomi ini memiliki dampak sosial ekonomi. Namun kita melihat dari kenaikan kasus selama empat minggu terakhir utamanya karena zona merah di peta kota di DKI Jakarta perlu dilakukan pembatasan yang lebih ketat," kata Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan secara daring di akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis, 10 September.

Selain itu dia, menyebut langkah penerapan PSBB yang dilakukan Anies Baswedan sudah sesuai dengan lima tahapan yang menjadi anjuran Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

"Jadi telah disampaikan oleh Presiden dan juga dijelaskan oleh para pimpinan nasional bahwa untuk membuka aktivitas sosial ekonomi berupa sektor itu harus melakukan proses pertama adalah prakondisi, kemudian timing, berikutnya lagi adalah prioritas, selanjutnya koordinasi pusat daerah dan yang terakhir adalah monitoring evaluasi," jelas Wiku.

"Maka yang terjadi di DKI Jakarta adalah suatu proses yang telah menjalani dari sejak pertama melakukan prakondisi, melihat berbagai kondisi yang ada, dan menentukan kapan akhirnya diubah dan dibuka," imbuhnya.

Meski begitu, Wiku menilai DKI Jakarta sebaiknya melakukan Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) agar pengendalian bisa semakin rinci.

"Kalau perlu dilakukannya adalah pembatasan sosial berskala mikro karena informasi dan datanya bisa lebih spesifik untuk daerah tertentu dengan pencatatan yang lebih baik. Sehingga penanganan kasusnya, termasuk testing, tracing, dan treatmentnya bisa dilakukan pada daerah berwana atau zona merah," pungkasnya