JAKARTA - Direktur Eksekutif Komite Pemberantasan Mafia Hukum (KPMH) Muannas Alaidid menilai, jaksa seharusnya menuntut bebas dua polisi yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) laskar FPI. Tuntutan enam tahun terhadap dua terdakwa menunjukan ada keragu-raguan jaksa.
"Tuntutan yg Pantas thd 2 Petugas ad. BEBAS bkn PENJARA, 6th itu menujukkan ada keraguan jaksa ttg salah tdknya Yusmin & Fikri (Nama dua petugas, red) sebab bila benar petugas berniat membunuh mestinya mrk dituntut lbh dr itu," tegas Muannad lewat cuitan di Twitternya, @muannas_alaidid dikutip Rabu, 22 Februari.
Muannas menjelaskan, dalam tuntutan yang disoal jaksa adalah insiden dalam mobil saat membawa empat laskar khusus FPI. Disatu sisi, jaksa mengakui kalau dua petugas di mobil dikeroyok dan direbut senjatanya.
"Tapi sayang jaksa keliru tarik kesimpulan tanpa bukti sebut 4 laskar malah ditembak. Pdhl tergambar sudah fakta hukum petugas justeru ‘berupaya menghentikan serangan yg terjadi seketika untuk membela diri sehingga membuat mereka tertembak bukan sengaja ditembak petugas,"
"Mereka layak diberi PENGHARGAAN, jadi jika jaksa setengah hati menuntut 6Th itu lebih baik dibebaskan saja buat apa dipaksakan seperti adagium ‘lebih baik melepaskan seribu orang bersalah drpd menghukum satu orang tdk bersalah’," ucap Muannas.
Jaksa menuntut majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menghukum dua polisi yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) pidana 6 tahun penjara.
Tuntutan kepada dua terdakwa, yaitu Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella, dibacakan oleh jaksa secara terpisah di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa, 22 Februari.
Menurut Jaksa Fadjar, yang membacakan tuntutan secara virtual sebagaimana disiarkan di ruang sidang, Briptu Fikri terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Dalam berkas tuntutan yang berbeda, jaksa Paris Manalu juga meyakini Ipda Yusmin melanggar ketentuan dalam pasal yang sama dengan Briptu Fikri.
Karena itu, dua jaksa itu meminta majelis hakim memvonis Briptu Fikri dan Ipda Yusmin hukuman 6 tahun penjara serta meminta keduanya segera ditahan.
Dalam dua berkas tuntutan yang berbeda, jaksa juga meminta kepada majelis hakim agar memerintahkan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin membayar biaya perkara masing-masing Rp5.000,00.
Terkait dengan barang bukti, jaksa meminta majelis hakim agar memerintahkan beberapa barang bukti dikembalikan ke Polda Metro Jaya, ada beberapa yang dimusnahkan, dan lainnya diminta tetap dimasukkan dalam berkas perkara.
Jaksa, dalam tuntutannya, juga membacakan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi dua terdakwa.
Jaksa Fadjar menilai hal yang memberatkan Briptu Fikri, yaitu tidak memperhatikan asas legalitas, asas nesesitas, dan asas proporsionalitas, terutama dalam menggunakan senjata api saat mengawal para korban, yaitu empat anggota FPI, dari Rest Area KM 50 Tol Cikampek ke Polda Metro Jaya.
Sementara itu, hal-hal yang meringankan untuk Briptu Fikri, di antaranya telah bertugas sebagai polisi selama 12 tahun. Pada masa tugasnya itu, Briptu Fikri tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Hal-hal yang memberatkan dan meringankan untuk Briptu Fikri secara substansi juga berlaku untuk Ipda Yusmin.
Usai pembacaan tuntutan, Hakim Ketua Muhammad Arif Nuryanta pun meminta pendapat dua terdakwa.
Briptu Fikri dan Ipda Yusmin, yang menghadiri sidang secara virtual dari tempat penasihat hukum, pun menyerahkan keputusan itu kepada pengacaranya.
Koordinator Tim Penasihat Hukum Henry Yosodiningrat menyampaikan kliennya akan mengajukan pembelaan atau pledoi pada sidang berikutnya.
Fikri dan Yusmin menjalani persidangan kasus pembunuhan sewenang-wenang yang menewaskan empat anggota FPI saat mereka dalam perjalanan ke Polda Metro Jaya pada tanggal 7 Desember 2020.
BACA JUGA:
Empat anggota FPI yang menjadi korban penembakan di dalam mobil milik kepolisian, yaitu Muhammad Reza (20), Ahmad Sofyan alias Ambon (26 tahun), Faiz Ahmad Syukur (22), dan Muhammad Suci Khadavi (21).
Dua anggota FPI lainnya, Luthfi Hakim (25) dan Andi Oktiawan (33) juga tewas. Akan tetapi, korban meninggal dunia di lokasi berbeda, yaitu saat baku tembak antara Laskar FPI dan polisi di Jalan Simpang Susun Karawang Barat.