JAKARTA - "Air! Air! Air!" seru sejumlah warga di depan gedung Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Selasa, 22 Februari. Mata mereka menghadap bangunan tempat Gubernur DKI Anies Baswedan bekerja.
Mereka adalah perwakilan warga Blok Limbah, Blok Empang, dan Blok Eceng di Muara Angke, Jakarta Utara. Tiga kampung di Muara Angke ini memiliki jumlah penduduk 4.068 jiwa atau 1.286 keluarga.
Tampak warga yang berkumpul di depan kantor Anies ini membawa jeriken kosong tanpa berisi air di dalamnya. Jeriken ini mereka perlihatkan sebagai bukti bahwa lingkungan tempat tinggalnya kekurangan air bersih.
Tak lama, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda DKI Jakarta Afan Adriansyah Idris keluar dari gedung dan menghampiri mereka.
Kepada Afan, salah satu warga Muara Angke bernama Nurweni menjelaskan maksud kedatangannya. Nurweni bilang, sejak pertama kali kampungnya bertumbuh pada 1980 hingga saat ini, tidak ada layanan air minum yang disediakan oleh Pemprov DKI.
"Selama ini warga mengonsumsi air minum dengan cara membeli air yang bersumber dari air isi ulang galon dan air kemasan dalam botol. Sedangkan untuk kebutuhan cuci mandi warga menggunakan air yang bersumber dari air tanah dalam dan pikulan," kata Nurweni di lokasi, Selasa, 22 Februari.
Nurweni mengaku air yang hanya tersedia dari kemasan galon komersial dan pikulan ini menghabiskan kantong mereka. Ia menghitung, kebutuhan air minum dan masak satu keluarga per hari mencapai Rp13 ribu, sementara air untuk mandi dan mencuci sebanyak Rp25 ribu per hari. Tiap bulan, satu keluarga bisa menghabiskan biaya Rp1,14 juta hanya untuk air bersih.
BACA JUGA:
Menanggapi hal itu, Afan menyebut BUMD PAM Jaya sudah merencanakan penempatan kios air untuk pemenuhan kebutuhan air bersih warga Muara Angke pada tahun ini.
"PDAM itu tahun ini memang akan bangun kios air. Lokasi yang ada di kampung ini ada tiga kampung kan? Blok Empang, Blok Limbah, Blok Eceng, itu sudah masuk dalam program yang akan dikerjakan PDAM pada tahun ini," jelas Afan.
Merasa tak puas dengan jawaban Afan, Nurweni meminta kepastian mengenai tanggal dan bulan kios air mulai tersedia di tempat tinggalnya.
"Kalau kami harus menunggu lama, terus kami harus minum air apa pak? Kami sudah minun air tanah, air kali. Pak, kami minta keputusan bulan dan tanggalnya," ujar Nurweni.
Afan masih belum bisa menyebut waktu pasti kios air akan dipasang. Namun, Afan menjamin dirinya akan meminta PAM Jaya mempercepat proses tersebut. Akhirnya, pembicaraan berakhir dan warga meninggalkan Balai Kota DKI.