JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali di Ibu Kota. Sebagai daerah penyangga, Jawa Barat juga akan berkoordinasi tentang dampaknya terhadap Bogor, Depok dan Bekasi (Bodebek).
Gubernur Jawa Barat (Jabar) sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar Ridwan Kamil mengatakan, Bodebek pun akan menyesuaikan dengan kebijakan Ibu Kota terkait dengan pemberlakukan kembali PSBB.
Meski begitu, Ridwan Kamil menegaskan, tak berarti Bodebek akan melakukan PSBB ketat. Menurut dia, Jabar akan menunggu keputusan akhir Jakarta soal PSBB dan melakukan koordinasi bersama kepala daerah di Bodebek sebagai hal utama yang harus dilakukan sebelum mengeluarkan kebijakan.
Lebih lanjut, Emil sapaan akrabnya mengatakan, koordinasi harus betul-betul dilakukan. Hal ini untuk menghindari aturan yang tak efektif, karena melakukan kebijakan terlebih dahulu kemudian baru berkoordinasi.
Emil mengatakan, pemberlakuan PSBM di Jabar efektif dalam menekan angka penyebaran kasus COVID-19. Salah satu contohnya adalah penanganan klaster institusi pendidikan kenegaraan di Kota Bandung pada Juli lalu lewat PSBM di kelurahan setempat.
"Apa pun yang diputuskan oleh DKI Jakarta, Jawa Barat di zona Bodebek ini akan menyesuaikan. Tapi definisi menyesuaikan itu bukan berarti jawabannya pengetatan PSBB juga, karena di Jawa Barat selama ini sudah melakukan yang namanya Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) dan efektif," dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Minggu, 13 September.
Adapun saat ini, Emil mengungkap, sekitar 70 persen penyebaran kasus virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit COVID-19 di Jabar terjadi di wilayah Bodebek atau wilayah yang berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta.
Saat ini, kata Emil, pihaknya sedang mempelajari keberhasilan sembuh total pada kasus COVID-19 di institusi pendidikan negara tersebut agar bisa merekomendasikan metode penanganan yang sama kepada kasus aktif yang masih ada di Jabar.
"Ketika ada kasus di Secapa, yang ditutup itu bukan satu Kota Bandung, tapi cukup satu kelurahan yaitu kelurahan (Hegarmanah) di mana lokasi Secapa itu berada. Alhamdulillah sekarang 100 persen perwiranya sembuh dan sekarang sudah dijadikan contoh bagaimana penanganan sembuh untuk pasien di Jawa Barat," tuturnya.
Di samping itu, Emil juga menekankan, pentingnya melihat pandemi COVID-19 lewat kacamata kemanusiaan dan ilmiah untuk mengutamakan nilai tolong-menolong, toleransi, saling memahami, juga saling mendoakan. Untuk itu, pihaknya mengaku siap membantu DKI Jakarta dalam hal ketersediaan ruang isolasi rumah sakit.
Hingga 11 September 2020, tingkat keterisian rumah sakit rujukan COVID-19 di Jabar sekitar 44,33 persen dan dinilai aman karena angka tersebut di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menetapkan tingkat keterisian rumah sakit harus di bawah 60 persen.
"Jika ruang-ruang isolasi rumah sakit di Jawa Barat dibutuhkan untuk DKI, maka kami dengan senang hati juga berkenan memberikan dukungan (bantuan ruang isolasi). Karena selalu saya sampaikan, kita ini harus memperbanyak kolaborasi, kurangi kata kompetisi, karena kita sama-sama NKRI," jelasnya.
Emil juga meminta, agar pemerintah pusat membantu daerah dalam meningkatkan rasio pengetesan COVID-19, khususnya bagi Jabar yang memiliki jumlah penduduk hampir 50 juta jiwa. Sebab, kata Emil, sampai saat ini kapasitas Jabar hanya sanggup di 0,6 persen. Itu pun sudah luar biasa, 50 ribu pengetesan dengan metode PCR per minggu.
Sedangkan, standar WHO terkait pengetesan COVID-19 perlu dilakukan terhadap minimal 1 persen dari total jumlah penduduk, sehingga masyarakat Jabar yang harus dites sebanyak kurang lebih 500 ribu orang.
"Tapi karena jumlah penduduk kami banyak, maka persentasenya selalu terlihat lebih kecil (dari provinsi lain). Jadi, kami mohon bantuan dari pemerintah pusat khususnya untuk Jawa Barat, yaitu untuk meningkatkan stok (kit) PCR-nya dan alat-alatnya sehingga kami bisa memenuhi syarat tadi (pengetesan standar WHO)," ucapnya.