Orang Terkaya di Indonesia Surati Jokowi, Tolak PSBB Ketat yang Diputuskan Anies
Ilustrasi (VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Orang terkaya di Indonesia, Robert Budi Hartono menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi). Budi Hartono menilai pemberlakuan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat di Jakarta, tidak tepat.

Surat Budi Hartono ini dibagikan lewat akun Instagram eks Dubes RI untuk Polandia, Peter Gontha, Sabtu, 12 September. Dalam surat tertanggal 11 September, Budi Hartono menyampaikan masukan untuk Presiden Jokowi terkait keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memberlakukan PSBB ketat mulai Senin, 14 September.

“Menurut kami, keputusan untuk memberlakukan PSBB kembali itu tidak tepat,” tulis Robert Budi Hartono dalam surat yang diunggah dalam akun Instagram @petergontha.

Ada dua alasan Budi Hartono menilai PSBB ketat tidak tepat diberlakukan. Pertama, PSBB di Jakarta menurutnya tidak efektif dalam menurunkan tingkat pertumbuhan infeksi di Jakarta. Meski Jakarta melakukan PSBB, tingkat positif COVID-19 disebut anak pendiri perusahaan Djarum ini tetap naik.

Alasan kedua, kapasitas rumah sakit di DKI Jakarta menurut Budi Hartono tetap akan mencapai kapasitas maksimum dengan atau tidak diberlakukan PSBB lagi. Seharusnya pemerintah daerah/pemerintah pusat sambung dia terus menyiapkan tempat isolasi mandiri untuk menangani lonjakan kasus.

Budi Hartono yang juga pemegang saham terbesar di Bank Central Asia (BCA) ini menyampaikan saran dalam penanganan COVID-19. Penegakan aturan dan pemberian sanksi atas tidak disiplinnya sebagian kecil masyarakat dalam kondisi new normal harus dilakukan.

“Tugas untuk memberikan sanksi atau hukuman tersebut adalah tugas kepala daerah dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta. Jadi jangan karena membesarnya jumlah kasus terinfeksi COVID-19 kemudian gubernur mengambil satu keputusan jalan pintas yang tidak menyelesaikan permasalahan sebenarnya,” tuturnya.

Pemerintah pusat dan daerah kata Budi Hartono juga harus bersama-sama meningkatkan kapasitas isolasi masyarakat sehingga tidak melebihi kapasitas maksimum ICU di Jakarta. Pemerintah juga diminta melakukan tes COVID-19, tracing hingga menyiapkan isolasi bagi yang terpapar.

“Melaksanakan PSBB yang tidak efektif berpotensi melawan keinginan masyarakat yang menghendaki kehidupan new normal baru, hidup dengan pembatasan, memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan lain-lain. Masyarakat lebih takut kehilangan pekerjaan dan pendapatan serta kelaparan daripada ancaman penularan COVID-19,” kata Budi Hartono. 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya menegaskan pemerintah pusat mendukung keputusannya memberlakukan kembali PSBB ketat. 

"Iya, kalau soal dukung, mendukung. Jadi pemerintah dukung, pemerintah pusat menyadari lonjakan yang cukup signifikan di bulan September ini. Jadi mendukung dan sama-sama kita menyadari," kata Anies kepada wartawan, Sabtu, 12 September.

Saat ini Pemprov DKI tengah merampungkan aturan mengenai pemberlakuan PSBB ketat yang dimulai Senin, 14 September pekan depan. Anies menyebut aturan PSBB tidak akan memuat soal ketentuan mobilitas keluar masuk Jakarta.

"Kalau mobilitas keluar dan lain-lain tidak. Tapi lebih pada interaksi di Jakarta," sambungnya.

Aturan yang digodok menurut Anies memuat ketentuan aktivitas warga Ibu Kota sehari-hari. Aturan ini termasuk memuat kebiasaan baru masyarakat di masa pandemi COVID-19.

"Jadi ada sektor-sektor yang masih bisa beroperasi dengan kapasitas berbatas karena terbukti di sektor itu tidak ada kegiatan-kegiatan yang menjadi klaster khusus. Yang paling banyak itu kan memang perkantoran, karena itu paling banyak akan mengatur di perkantoran," papar dia.

Anies menjelaskan, alasan pemberlakuan kembali PSBB ketat didasari pada tiga indikator. Yakni tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus COVID-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.