GP Ansor: Tindakan Tegas Polisi ke Laskar FPI di KM 50 Berdasarkan Aturan, Tak Bisa Dikriminalisasi
DOK ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Gerakan Pemuda (GP) Ansor menyatakan tindakan tegas polisi terhadap Laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek tidak bisa dikriminalisasi.

Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat GP Ansor Abdul Rochman menilai kasus penembakan terhadap enam anggota Laskar FPI oleh aparat kepolisian di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, 7 Desember 2020, adalah tindakan tegas atas pembangkangan hukum.

Menurut dia, langkah kepolisian tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai perbuatan pidana karena bagian dari penegakan hukum.

"Tindakan aparat penegak hukum yang telah berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) maka tindakan sebagaimana demikian tidak sepatutnya dikriminalisasi," katanya dikutip Antara dari keterangan tertulis, Jumat, 18 Februari.

Pada kasus ini, dua anggota kepolisian dari Polda Metro Jaya, yakni Ipda MYO dan Briptu FR, diseret ke meja hijau. Keduanya didakwa dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian.

Abdul Rochman berpendapat insiden di KM 50 tidak akan sampai menimbulkan korban jiwa jika anggota ormas FPI taat dan patuh pada aturan hukum.

Namun, lanjut dia, faktanya anggota FPI malah bersikap tidak kooperatif terhadap aparat penegak hukum yang tengah menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan.

"Upaya perebutan senjata api dan penganiayaan terhadap aparat saat bertugas jelas tidak bisa dibenarkan. Keberatan terhadap tindakan aparat penegak hukum hanya dapat ditempuh dengan cara damai dan beradab melalui mekanisme dan prosedur hukum," ucapnya.

GP Ansor memandang insiden KM 50 sebagai suatu peristiwa yang memilukan yang semestinya dapat dihindarkan.

Ia juga berharap agar kasus itu tidak boleh terulang di kemudian hari.

GP Ansor meminta kasus tersebut bisa diselesaikan dengan cara jernih dan menghasilkan keadilan hukum yang seadil-adilnya.

"Jangan sampai ada upaya-upaya sekelompok yang ngotot melakukan kriminalisasi dengan target hanya untuk memuaskan hasrat balas dendam. Hukum bukanlah pemuas amarah dan dendam," katanya.

Dikatakan juga, segala pembangkangan atau perlawanan yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan tidak dapat dibenarkan.Tindakan itu juga akan menghancurkan wibawa hukum dan aparat penegak hukum.

Tidak hanya itu, kata dia, dalam skala luas, tindakan tersebut juga bisa merusak kondisi keamanan, ketertiban, kedamaian, serta keteraturan dalam tatanan kehidupan masyarakat.