Bagikan:

SURABAYA - Polda Jawa Timur telah melayangkan pemanggilan kepada Wakil Bupati Blitar Rahmat Santoso terkait dugaan pemalsuan surat putusan sengketa tanah yang dilaporkan pengusaha asal Surabaya Hadi Prajitno.

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Gatot Repli Handoko mengatakan pemanggilan itu berdasarkan LP/623.01/IX/SPKT/POLDA JATIM atas dugaan surat putusan palsu dari Mahkamah Agung terkait sengketa tanah di kawasan Osowilangun.

"Dari Ditreskrimum kemarin sudah melayangkan panggilan, tapi beliau nya (Rahmat) tidak hadir. kemungkinan dipanggil tanggal 19 (Februari)," ujarnya dikutip Antara, Rabu, 16 Februari.

Sementara itu, pengacara pelapor, Satria W.A. Warman, mengatakan pihaknya melaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jatim sejak 28 November 2021. Rangkaian pemeriksaan sudah dijalani.

Mengenai kasus yang dilaporkan, ia menjelaskan dugaan pemalsuan surat itu dilakukan Rahmat sebelum menjabat Wabup Blitar. Saat itu, terlapor masih menjadi pengacara.

"Kami sudah bersurat ke MA dan mendapat balasan kalau putusan tersebut (yang diberikan Rahmat) tidak terdaftar alias palsu," ucapnya.

Satria menjelaskan mulanya Hadi yang mewakili Kaman bin Irfa’i (ahli waris Haji Djabar), meminta bantuan Rahmat untuk mengurus Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung untuk perkara sengketa Tata Usaha Negara (TUN) untuk buku tanah pendaftaran huruf c 181 pada 2018 lalu.

Rahmat menyanggupi dan minta biaya jasa pengurusan PK sebesar Rp10 miliar dan dibayar dengan tiga tahap.

Dua pembayaran di antaranya diterima Joko yang sudah diperiksa sebagai saksi oleh Ditreskrimum Polda Jatim dan satu lagi dikirim melalui transfer BCA ke rekening atas nama Rahmat Santoso.

"Pada tahun tersebut, Rahmat sendiri yang menyerahkan putusan perkara kepada Hadi di Restoran Korea Mingyoga di Jalan HR Muhammad," tuturnya.

Dalam putusan yang diberikan Rahmat, pemohon PK yaitu Kaman dinyatakan sebagai pihak yang menang melawan Kepala Kantor BPN Surabaya sebagai Termohon I dan PT Multi Bangun Sarana (MBS) sebagai Termohon II.

Selang satu hari, Hadi mendapat informasi bahwa putusan yang diterimanya adalah palsu. Hal ini lantas dikonfirmasi kepada Rahmat. Rahmat saat itu menegaskan bahwa putusan yang diberikannya adalah yang asli.

Untuk menjawab keraguan tersebut, Hadi menunggu putusan resminya turun di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Saat putusan resmi turun, pihak Kaman tetap dinyatakan sebagai pihak di posisi yang kalah.

"Bukan sebagai pihak pemenang seperti putusan yang diberikan Rahmat," ujarnya.