Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menjelaskan soal pengusiran Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), Silmy Karim diusir dari ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senin, 14 Februari. 

Dikatakannya, hal ini terkait tata tertib lalu lintas diskusi yang menjadi pakem Komisi VII DPR RI. Di mana pimpinan sidanglah yang mengatur lalu lintas diskusi rapat. Apabila belum diizinkan bicara oleh pimpinan sidang, maka anggota ataupun mitra komisi tidak angkat bicara. 

"Tidak boleh menyela atau langsung berbicara memotong, harus menunggu diizinkan bicara dahulu oleh pimpinan sidang," ujar Mulyanto kepada VOI, Rabu, 16 Februari.

Menurut Mulyanto, sebenarnya ini merupakan aturan main yang biasa. Namun dalam prakteknya, Komisi VII DPR cukup disiplin pelaksanaannya.

Lagipula, kata dia, pengusiran mitra dalam rapat Komisi VII DPR bukan kali ini saja. Pada 2020 lalu, Direktur MIND ID Orias Petrus Moedak juga pernah diusir komisi yang membidangi energi dan sumber daya itu. 

"Ini kasus yang kesekian kali di Komisi VII. Sebelumnya, Dirut MIND-ID juga mengalami hal yang serupa," ungkap Mulyanto. 

"Menurut pandangan saya, Dirut KS (Krakatau Steel) ini terlalu reaktif dan menyela saat Pimpinan Rapat bicara, tanpa izin," sambung politikus PKS itu.  

Sementara persoalan impor baja yang tengah dibahas dalam RDP akan dibentuk panitia kerja guna pendalaman. Pasalnya, bukan soal hanya uang tapi juga kedaulatan dan lapangan kerja. 

"Terkait soal baja ini akan diteruskan pembahasannya dalam bentuk Panja," kata Mulyanto. 

Sebelumnya, Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), Silmy Karim diusir dari ruang rapat Komisi VII DPR RI. Kejadian ini dipicu perdebatan antara Silmy dengan peserta rapat yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi.

Mulanya, Komisi VII memiliki agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen ILMATE Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim terkait beberapa hal. Di antaranya, perkembangan smelter di Kalimantan Selatan, blast furnace yang mangkrak, penjelasan terkait impor baja, dan lain-lain.

Dalam paparannya, Silmy menjelaskan bahwa penghentian operasional blash furnace tersebut karena alasan rugi. Namun, hal itu dikritik oleh Bambang, sebab dinilai tak sejalan dengan upaya memperkuat produksi dalam negeri.

"Ini bagaimana pabrik blast furnace ini dihentikan, tapi mau memperkuat produksi dalam negeri? Ini jangan maling teriak maling. Jangan kita ikut bermain, tapi pura-pura gak ikut bermain," kata Bambang, Senin, 14 Februari.

"Maksudnya maling bagaimana?" tanya Silmy seketika menimpali.

Bambang kembali mempertegas pertanyaannya mengenai upaya perusahaan pelat merah itu untuk ambil andil memperkuat industri baja nasional melalui pabrik blast furnace. Silmy pun berusaha menjelaskan.

Namun, respons Silmy itu dinilai oleh Komisi VII tidak sesuai dengan teknis persidangan lantaran berbicara sebelum dipersilakan. Bambang-pun geram.

"Ada teknis persidangan. Kok kayaknya Anda enggak pernah menghargai Komisi VII. Kalau sekiranya enggak bisa ngomong di sini, Anda keluar!" kata Bambang.

Menyikapi Bambang, Silmy pun menjawab. "Baik, kalau memang harus keluar. Kita keluar," jawab Silmy.