Tak Bisa Lagi Mengorbankan Kualitas Demi Kecepatan Vaksin COVID-19
Ilustrasi foto (CDC/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan bahwa keamanan vaksin potensial COVID-19 jadi "utama dan terpenting." Pernyataan tersebut dilontarkan setelah ujicoba vaksin AstraZeneca dihentikan sementara karena kekhawatiran akan efek samping dari vaksin.

Melansir Reuters, Rabu, 9 September, selama ini peluncuran vaksin secepat mungkin dipandang sebagai langkah penting. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat terlindungi dari paparan virus dan aman dalam berkegiatan sehari-hari, termasuk menggerakkan ekonomi. Ekonomi di berbagai negara saat ini babak belur akibat pandemi COVID-19 yang memaksa mereka membatasi kegiatan. 

“Hanya karena kita berbicara tentang kecepatan itu tidak berarti kita mulai berkompromi atau mengambil jalan pintas pada apa yang biasanya dinilai,” kata Dr. Soumya Swaminathan. 

“Prosesnya masih harus mengikuti aturan. Untuk obat dan vaksin yang diberikan kepada masyarakat harus diuji keamanannya terlebih dahulu dan itu yang utama,” tambahnya. 

Pejabat WHO tidak segera menanggapi langkah AstraZeneca yang menghentikan ujicoba global, termasuk ujicoba tahap akhir yang besar. Diketahui, vaksin tersebut menunjukkan suatu efek samping yang tidak dapat dijelaskan oleh peserta penelitian. Padahal vaksin yang dikembangkan AstraZeneca bersama Universitas Oxford itu sebelumnya telah dideskripsikan WHO sebagai kandidat terkemuka dan paling maju dalam hal pengembangan.

WHO sedang mengumpulkan dukungan untuk koalisi global, yang disebut Access to COVID-19 Tools Accelerator (ACT), dengan harapan mendistribusikan vaksin, perawatan, dan diagnostik secara adil ke negara-negara kaya dan miskin. Selain 92 negara berpenghasilan rendah yang mencari bantuan, sekitar 79 negara kaya telah menyatakan minatnya, dengan tenggat waktu 18 September untuk komitmen yang mengikat.

Tetapi beberapa negara yang telah mencapai kesepakatan vaksin mereka sendiri, termasuk Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk tidak bergabung dalam upaya WHO tersebut. Pilar vaksin ACT, yang disebut COVAX, berharap mendapatkan cukup vaksin untuk memberikan dua miliar dosis pada akhir 2021, meskipun penggalangan dana konkret sejauh ini jauh dari tujuan.

Pembelian volume dan kemungkinan harga berjenjang yang ditawarkan oleh beberapa produsen dapat membantu harga vaksin lebih terjangkau, kata Swaminathan. “Anda harus berkumpul. Intinya, jika setiap negara dan setiap organisasi mencoba melakukan ini sendiri, itu akan menjadi panjang dan sulit dan sulit ... Ini adalah pertama kalinya dunia membutuhkan vaksin dalam miliaran dosis," kata Swaminathan.

Sementara negara lain yang telah percaya diri dengan vaksin COVID-19 buatannya adalah Rusia. Pada 11 Agustus, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa mereka menyetujui vaksin COVID-19 bernama Sputnik V. Vaksin ini merupakan progres tercepat sejauh ini. Putin mengaku vaksinnya terbukti aman dan efektif. Ia bahkan berencana memulai vaksinasi massal pada Oktober.