Polda Sulteng Tegaskan Pembubaran Unjuk Rasa di Parimo Sudah Sesuai SOP
Kabid Humas Polda Sulteng Kombes .Didik Supranoto. ANTARA/HO-Humas Polda Sulteng

Bagikan:

PARIGI MOUTONG - Pembubaran unjuk rasa tolak tambang yang melakukan pemblokiran jalan di Desa Sinei, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, pada Sabtu, 12 Februari, sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP).

“Secara umum kepolisian sudah sesuai SOP,” kata Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Didik Supranoto saat menggelar jumpa pers di Polres Parigi Moutong dilansir Antara, Senin, 14 Februari.

Didik menjelaskan, sebelumnya dalam pengamanan unjuk rasa, Kapolres Parigi Moutong telah mengarahkan personel agar tidak membawa senjata, namun saat di lapangan ada pelanggar SOP.

“Jadi bukan kepolisian karena sudah ada arahan, tetapi ada yang tidak patuh dengan SOP. Jadi secara umum sudah sesuai SOP tetapi ada beberapa anggota yang tidak patuh SOP,” tegas Didik.

Saat ini Bidpropam Polda Sulteng masih melakukan penyelidikan dan ada belasan polisi yang telah diperiksa termasuk belasan senjata api yang diamankan.

“Ini unjuk rada sudah tiga kali, pertama kedua masih bisa dinegosiasi dengan pihak kepolisian, kemudian yang ketiga kemarin kepolisian tidak berhasil melakukan negosiasi dengan masa yang melakukan pemblokiran jalan,” terangnya.

Didik menegaskan pihak kepolisian tidak pernah mempermasalahkan dengan izin tambang di wilayah Kabupaten Parigi Moutong, namun yang dipermasalahkan adalah penutupan akses jalan Trans Sulawesi.

“Jalan itu satu-satunya akses untuk ke Sulawesi Tengah, ke Gorontalo sampai ke Sulawesi Utara atau Manado. Kalau jalan itu ditutup sudah tidak ada alternatif lain, semuanya macet. Kalau malam itu polisi tidak berinisiatif untuk membuka blokir jalan maka akan terjadi kemacetan panjang hampir 10 kilometer,” kata Didik.

Sebelum membubarkan masyarakat, polisi telah melakukan negosiasi sebanyak empat kali, akan tetapi masa yang melakukan pemblokiran jalan tidak pernah memberikan akses untuk membuka jalan.

“Kalau itu tidak dibuka maka akan terjadi konflik baru antara pengguna jalan dengan masa pemblokir jalan. Saya yakin malam itu pengguna jalan lebih banyak daripada masa yang memblokir jalan, makanya polisi melakukan tindakan tegas untuk membuka blokir jalan tersebut,” ujarnya.

Untuk diketahui unjuk rasa dengan melakukan pemblokiran jalan yang terjadi pada Sabtu 12/02 terjadi di Desa Sinei, Kecamatan Tinombo Selatan Kabupaten Parigi Moutong.

Polisi harus melakukan tindakan tegas karena pemblokiran jalan telah berlangsung selama 12 jam dan menimbulkan kemacetan sepanjang 10 kilometer.

“Secara umum kepolisian sudah sesuai SOP,” kata Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Didik Supranoto saat menggelar jumpa pers di Polres Parigi Moutong dilansir Antara, Senin, 14 Februari.

Didik menjelaskan, sebelumnya dalam pengamanan unjuk rasa, Kapolres Parigi Moutong telah mengarahkan personel agar tidak membawa senjata, namun saat di lapangan ada pelanggar SOP.

“Jadi bukan kepolisian karena sudah ada arahan, tetapi ada yang tidak patuh dengan SOP. Jadi secara umum sudah sesuai SOP tetapi ada beberapa anggota yang tidak patuh SOP,” tegas Didik.

Saat ini Bidpropam Polda Sulteng masih melakukan penyelidikan dan ada belasan polisi yang telah diperiksa termasuk belasan senjata api yang diamankan.

“Ini unjuk rada sudah tiga kali, pertama kedua masih bisa dinegosiasi dengan pihak kepolisian, kemudian yang ketiga kemarin kepolisian tidak berhasil melakukan negosiasi dengan masa yang melakukan pemblokiran jalan,” terangnya.

Didik menegaskan pihak kepolisian tidak pernah mempermasalahkan dengan izin tambang di wilayah Kabupaten Parigi Moutong, namun yang dipermasalahkan adalah penutupan akses jalan Trans Sulawesi.

“Jalan itu satu-satunya akses untuk ke Sulawesi Tengah, ke Gorontalo sampai ke Sulawesi Utara atau Manado. Kalau jalan itu ditutup sudah tidak ada alternatif lain, semuanya macet. Kalau malam itu polisi tidak berinisiatif untuk membuka blokir jalan maka akan terjadi kemacetan panjang hampir 10 kilometer,” kata Didik.

Sebelum membubarkan masyarakat, polisi telah melakukan negosiasi sebanyak empat kali, akan tetapi masa yang melakukan pemblokiran jalan tidak pernah memberikan akses untuk membuka jalan.

“Kalau itu tidak dibuka maka akan terjadi konflik baru antara pengguna jalan dengan masa pemblokir jalan. Saya yakin malam itu pengguna jalan lebih banyak daripada masa yang memblokir jalan, makanya polisi melakukan tindakan tegas untuk membuka blokir jalan tersebut,” ujarnya.

Untuk diketahui unjuk rasa dengan melakukan pemblokiran jalan yang terjadi pada Sabtu 12/02 terjadi di Desa Sinei, Kecamatan Tinombo Selatan Kabupaten Parigi Moutong.

Polisi harus melakukan tindakan tegas karena pemblokiran jalan telah berlangsung selama 12 jam dan menimbulkan kemacetan sepanjang 10 kilometer.