JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong pemerintah untuk segera mencukupi ketersediaan vaksin halal sesuai dengan pidato Presiden Joko Widodo pada Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung beberapa waktu lalu.
"Komitmen presiden itu juga harus menjadi komitmen para pembantu presiden di dalam upaya mewujudkan ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan vaksinasi bagi masyarakat, baik vaksinasi primer maupun booster (penguat)," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam di Kantor MUI Jakarta, Antara, Kamis, 10 Februari.
Dalam kajian yang dilakukan MUI, hanya dua vaksin yang dinyatakan halal, yakni Sinovac dan Zifivax. Sementara vaksin lainnya yang digunakan di Indonesia termasuk haram, tapi masih boleh digunakan jika ketersediaan vaksin halal masih sangat terbatas.
Lembaga Bahtsul Masail PBNU memandang vaksin AstraZeneca, yang menurut MUI haram, justru suci dan tak membahayakan. Berdasarkan kajian bersama antara PBNU dan AstraZeneca seluruh proses pembuatan vaksin tersebut tidak memanfaatkan bahan yang berasal dari unsur babi.
Namun, memang sempat terjadi pemanfaatan tripsin babi oleh pihak penyuplai, yakni Thermo Fisher, sebelum dibeli oleh Oxford-AstraZeneca. Thermo Fisher memanfaatkan tripsin babi untuk memisahkan sel inang dari pelat atau media pembiakan sel, bukan sebagai campuran atau bibit sel.
Adapun pelepasan sel inang dari pelat atau media pembiakan sel yang dilakukan dalam proses produksi AstraZeneca tidak lagi menggunakan tripsin babi, melainkan memakai enzim yang terbuat dari jamur. Dengan demikian, proses produksinya suci.
Menanggapi perihal banyaknya tuntutan soal vaksin penguat halal, menurut Asrorun, untuk sementara boleh digunakan vaksin yang tersedia dengan tujuan melindungi kesehatan dan vaksin halal jumlahnya terbatas. Namun, jika vaksin halal mencukupi, vaksin lain harus ditinggalkan.
"Kalau vaksinasi booster, sementara vaksin yang ada tidak ada yang halal dan atau tidak cukup, ya boleh (digunakan). Tapi, kalau seandainya vaksin yang halal itu ada dan cukup, tidak boleh lagi menggunakan vaksin yang nonhalal," kata dia.
Sementara itu, terkait vaksin Merah Putih yang saat ini tengah dalam uji klinis tahap pertama, bagi Asrorun, menjadi nafas segar di tengah kebutuhan vaksin di Indonesia. Apalagi, vaksin Merah Putih merupakan hasil pengembangan anak bangsa dan telah mendapat sertifikat halal dari MUI.
"Ini tanggung jawab pemerintah untuk mengikhtiarkan mengadakan dan memprioritaskan kalau seandainya ada vaksin COVID-19 yang tersedia yang satu halal dan nonhalal, wajib diadakan yang halal," kata dia.
Di satu sisi, MUI mengajak masyarakat untuk mempertebal protokol kesehatan agar terhindar dari potensi penularan COVID-19. Apalagi, saat ini muncul varian Omicron yang dianggap lebih menular ketimbang varian sebelumnya.
BACA JUGA:
"Tentu MUI juga mengimbau kepada masyarakat untuk berkontribusi secara positif dalam mencegah dan menanggulangi wabah COVID-19 dengan protokol kesehatan dan juga partisipasi dalam vaksinasi," kata dia.