JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan meminta Kejaksaan Agung selalu terbuka dalam penanganan kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Termasuk apabila ada perkembangan baru dalam kasus ini.
Demikian disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam, Sugeng Purnomo usai menghadiri gelar perkara kasus Pinangki di Kejaksaan Agung.
"Kegiatan yang dilaksanakan pada pagi sampai siang hari ini adalah bagian atau bentuk dari transparansi atau keterbukaan yang dilakukan oleh teman-teman penyidik di dalam penanganan perkara," kata Sugeng di Kejagung, Jakarta, Selasa, 8 September.
Menurut Sugeng, pesan ini juga selalu disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD yang mendorong penyidik terbuka dalam penanganan kasus ini. Apalagi kasus ini menjadi perhatian publik.
"Teman-teman yang ada di Pidsus Kejaksaan Agung penanganan perkara yang saat ini menjadi perhatian publik betul-betul dapat dilakukan secara benar dilakukan menurut aturan yang memang seharusnya dilakukan," kata dia.
Kemudian, kata dia, keterbukaan ini juga bagian menjawab keraguan publik kepada kejaksaan terkait penanganan kasus ini.
"Tentunya pengembangan dari perkara ini akan terus bergulir dan akan semakin transparan pada saat digelarnya sidang di pengadilan tindak pidana korupsi," kata dia.
Dalam kasus ini Kejagung telah menetapakan tiga orang tersangka. Mereka adalah Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasai, dan mantan Politikus Partai Nasdem Sulawesi Selatan Andi Irfan Jaya.
Djoko Tjandra dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001.
Atau sangkaan yang kedua, pasal 5 ayat 1 huruf b UU pemberantasan tindak pidana korupsi atau yang ketiga adalah pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa Pinangki Sirna Malasari ditetapkan sebagai penerima suap. Dia dijerat dengan Pasal 5 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Andi Irfan dijerat dengan Pasal asal 5 Ayat (2) jo ayat (1) huruf b atau Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 15 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No mor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.