Tersangka Korupsi Helikopter AW-101 Ajukan Praperadilan Lawan KPK
Ilustrasi-(Gedung KPK/Wardhany Tsa Tsia)

Bagikan:

JAKARTA - Pihak bernama Jhon Irfan Kenway mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengajuan ini berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 dan dilakukan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Dalam gugatan yang terdaftar dengan Nomor Perkara 10/Pd.Pra/2022/PN JKT.SEL ada beberapa petitum yang diajukan oleh Jhon.

Sebagai pemohon, dia meminta hakim menyatakan status tersangkanya tidak sah karena status itu sudah melampaui waktu dua tahun dan tersnagka penyelenggara negara sudah dihentikan penyidikannya.

"Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.DIK-44/01/06.2017 tanggal 16 Juni 2017 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh KPK tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian dikutip dari SIPP PN Jakarta Selatan pada Selasa, 8 Februari.

Selain itu, selaku pemohon, Jhon juga meminta hakim membatalkan pemblokiran aset yang sudah dilakukan. Bukan hanya aset miliknya tapi juga yang dimiliki oleh ibu kandungnya.

Kemudian, dia juga meminta hakim mencabut pemblokiran uang negara sebesar Rp139,43 miliar. Uang itu ada di rekening PT. Diratama Jaya Mandiri.

"Untuk dan tetap dikuasai oleh pemegang kas TNI Angkatan Udara," tulis gugatan tersebut.

Diberitakan sebelumnya, KPK membongkar dugaan korupsi dalam proses pembelian helikopter AW-101 oleh TNI AU. Dalam kasus ini, komisi antirasuah telah menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.

Sementara dari pihak TNI AU, ada lima perwira yang jadi tersangka. Mereka adalah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachry Adamy yang merupakan mantan pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017 dan Letnan Kolonel TNI AU (Adm) WW selaku mantan Pekas Mabesau.

Selanjutnya, Pelda SS selaku Bauryar Pekas Diskuau; Kolonel (Purn) FTS selaku mantan Sesdisadaau; dan Marsekal Muda TNI (Purn) SB selaku Staf Khusus Kasau (eks Asrena KSAU) juga turut ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus ini bermula pada April 2016 ketika TNI AU mengadakan pembelian satu unit helikopter jenis AW-101. Dalam pengadaan pembelian heli tersebut terdapat dua perusahaan yang mengikuti lelang yaitu PT Diratama Jaya Mandiri dan PT Karya Cipta Gemilang.

Kemudian, PT Diratama Jaya Mandiri keluar sebagai pemenang dan menaikkan nilai kontrak menjadi Rp738 miliar. Dari proyek pengadaan tersebut, dideteksi adanya selisih harga sebesar Rp224 miliar yang diindikasikan sebagai kerugian negara.