Gus Yahya: Peradaban Besar Indonesia Dibangun dari Maritim
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan peradaban besar bangsa Indonesia dibangun dari peradaban maritim/FOTO VIA ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan peradaban besar bangsa Indonesia dibangun dari peradaban maritim.

“Kenapa kami memilih Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai lokasi perayaan hari lahir NU, karena untuk memperjuangkan masa depan harus tahu siapa diri kita, apa watak kita, apa karakter kita," kata Gus Yahya dalam keterangan tertulis dikutip Antara, Sabtu, 5 Februari.

Dia menjelaskan NTT adalah miniatur Indonesia, sehingga sangat tepat dan perwujudan watak peradaban Nusantara yakni watak maritim.

"Bahwa peradaban kita ini adalah peradaban maritim dan karakter maritim,” ujar Gus Yahya ketika memberikan sambutan Harlah ke-96 NU di Labuan Bajo.

Menurut Gus Yahya, karakter peradaban maritim menjadi modal kekuatan dalam menyongsong peradaban Indonesia. Karakter masyarakat maritim memiliki filosofi yang kuat yang bisa dijadikan landasan membangun peradaban bangsa.

Dia menjelaskan ada tiga ciri khas masyarakat maritim yakni senantiasa berbaik sangka kepada Tuhan, berbaik sangka kepada manusia dan berbaik sangka dan mengakrabi alam.

Sesuai tema harlah, “Merawat Jagat Membangun Peradaban”, maka NTT menjadi salah pusat tempat acara diadakan. Di NTT pula, PBNU akan memulai kerja peradaban dengan membantu para nelayan lokal.

“Kita akan membuat kata menjadi kerja dan kerja yang bisa diukur,” kata Gus Yahya.

Kerja yang dimaksud Gus Yahya adalah PBNU akan memulai di NTT dengan merangkul nelayan dan memberikan bantuan bagi nelayan. Tak hanya di NTT pemberdayaan kampung nelayan juga telah dilakukan penandatangan MoU dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Ada banyak daerah pesisir yang nantinya dirangkul untuk melakukan pemberdayaan masyarakat nelayan ini.

Gus Yahya mengatakan, sebelum NTT, Harlah NU juga digelar di Kalimantan Timur pada 31 Januari 2022 lalu. Alasannya, Presiden ingin membangun Ibu Kota baru di Kaltim.

“Ini adalah gagasan yang sangat ikonik dan ini mencerminkan visi membangun masa depan. Maka NU perlu hadir untuk bersama ikut membangun dan ikut serta menjadi bagian pembangunan ibukota yang baru,” ujar mantan Juru Bicara Gus Dur ini.

Setelah dari NTT, Harlah NU juga akan digelar di Palembang pada 12 Februari 2022. Pemilihan Palembang karena daerah ini adalah tempat Sriwijaya membangun peradaban yang tercatat sebagai yang terbesar dan pernah ada di Indonesia.

“Nanti puncak Harlah kita pungkasi di Bangkalan Madura karena Bangkalan adalah sumber kekuatan spiritual NU. Untuk memulai peradaban ini kita membutuhkan sumber spiritual awal didirikannya NU. Sebelum membentuk NU, Hadratussyaikh Hasyim Asyari memerlukan pendapat Syaichona Cholil Bangkalan dulu,” kata Gus Yahya.

Sementara itu, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang hadir secara virtual di harlah kali ini mengatakan, kehadiran NU sangat dibutuhkan bagi negara.

“NU bukan hanya menjadi simbol organisasi besar umat Islam namun juga banyak membawa perubahan utamanya dalam penguasaan Ilmu pengetahuan dan teknologi,” kata Luhut.

NU di massa mendatang, kata Luhut, harus mampu memadukan Ilmu pengetahuan teknologi informasi dan ilmu agama untuk menjabarkan tantangan zaman.

“Dunia tentunya berubah dan membutuhkan terobosan baru bagaimana NU ke depan mampu tidak hanya sebagai pagar yang menjaga NKRI namun juga berkontribusi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi seraya berpegang teguh pada nilai-nilai keislaman,” kata Luhut.

Selain dihadiri Ketua Umum PBNU, harlah juga dihadiri Sekjen PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul) kemudian Katib Aam KH Ahmad Said Asrori, beberapa pengurus inti PBNU, Ketua PWNU NTT serta seluruh ketua PCNU se NTT. Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat juga tampak hadir dan memberi sambutan acara.