Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terus mengingatkan semua pihak mengenai restitusi yang merupakan hak setiap korban termasuk dalam hal ini bagi korban kasus perbudakan modern.

"LPSK tak bosan mengingatkan restitusi sebagai salah satu hak korban tindak pidana," kata Wakil Ketua LPSK, Antonius Wibowo, di Jakarta, Rabu 2 Februari.

Selain dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban, restitusi juga diatur secara khusus pada UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Berdasarkan data sementara, sepanjang 2021 LPSK telah melakukan penghitungan restitusi bagi korban tindak pidana sebesar sekitar Rp11,7 miliar. Dari total perhitungan itu, yang masuk dalam tuntutan penuntut umum sebesar sekitar Rp5,5 miliar. Artinya, baru sekitar 50 persen.

"Sedangkan restitusi yang diputuskan atau dikabulkan hakim sekitar Rp3,7 miliar. Dengan kata lain, jumlah pembayaran restitusi masih cukup jauh dari total penghitungan yang dilakukan LPSK" ujarnya.

Khusus bagi korban TPPO, penghitungan restitusi LPSK sebesar Rp8,2 miliar dan yang masuk dalam tuntutan penuntut umum sebesar sekitar Rp4,8 miliar. Dari jumlah itu, yang diputus atau dikabulkan oleh hakim sekitar Rp3,2 miliar. "Sedangkan yang dibayarkan pelaku atau diterima korban masih jauh dari angka itu," ujar dia.

Idealnya, jumlah restitusi yang diterima oleh korban sama dengan yang diputus atau dikabulkan oleh hakim. Karena belum ideal, LPSK terus menyosialisasikan dan menyebarluaskan pemahaman di kalangan pemangku kepentingan bahwa restitusi merupakan hak korban.

Sosialisasi itu misalnya pelatihan identifikasi dan penanganan korban perdagangan orang untuk petugas garda terdepan di sektor perikanan di Indonesia yang diselenggarakan di Makassar pada 25 hingga 27 Januari 2022.

Menurut dia, restitusi bagi korban perdagangan orang perlu terus disosialisasikan kepada pemangku kepentingan agar dipahami mekanisme permohonannya, dan bermuara pada peningkatan sinergi serta kerja sama penanganan restitusi.

Perlindungan LPSK dalam kasus perdagangan orang di sektor pekerjaan perikanan pada 2021 antara lain bermoduskan anak buah kapal (ABK). Lebih rinci, enam kasus dengan 72 orang terlindung/korban yang merupakan laki-laki dewasa.

Daerah operasi kapal adalah perairan Oman, Argentina, Samudra Pasifik, Singapura dan perairan Korea Selatan. Selain perdagangan orang bermodus anak buah kapal, LPSK juga melindungi korban perdagangan orang yang berasal dari sektor pekerjaan lainnya yaitu asisten rumah tangga, buruh pabrik, jasa hiburan dengan total 48 kasus.

"LPSK sangat serius menyosialisasikan restitusi sebagai salah satu hak korban sekaligus mendukung pemulihan," ujarnya.