KPK Tetapkan Eks Dirjen Kemendagri Ardian Noervianto Jadi Tersangka Suap Pengajuan Pinjaman Dana PEN Daerah
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto (kiri) dalam konferensi pers

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Ardian Noervianto sebagai tersangka suap pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah tahun 2021.

Aridian ditetapkan sebagai tersangka bersama Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar.

"KPK melanjutkan dengan melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dan mengumumkan tersangka sebagai berikut, MAN, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri periode Juli 2020 sampai November 2021," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Kamis, 27 Januari.

KPK menyebut Ardian sebagai Dijen Bina Keuangan Daerah Kemendagri punya tugas melaksanakan salah satu bentuk investasi pemerintah, yaitu pinjaman dana PEN dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pinjaman ini diberikan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur sesuai dengan kebutuhan daerah.

Dengan tugas tersebut, Ardian kemudian punya kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh pemerintah daerah.

Selanjutnya, Andi Merya menjabat sebagai Bupati Kolaka Timur menghubungi Laode M Syukur agar dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN untuk daerah yang dipimpinnya. Selanjutnya pada Mei 2021, Andi akhirnya bertemu dengan Ardian dan mengajukan peminjaman sebesar Rp350 miliar.

"(Andi, red) juga meminta tersangka MAN mengawal dan mendukung proses pengajuannya. Kemudian, tindak lanjut atas pertemuan itu, tersangka MAN diduga meminta pemberian kompensasi dengan sejumlah uang yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman," ungkap Karyoto.

Permintaan ini kemudian dipenuhi oleh Andi dengan mengirimkan uang sebesar Rp2 miliar ke rekening bank milik Laode M Syukur. Uang tersebut baru tahapan awal.

"Dari uang Rp2 miliar tersebut diduga dilakukan pembagian di mana tersangka MAN menerima dalam bentuk mata uang dolar Singapura sebesar 131 ribu atau setara Rp1,5 miliar di kediaman pribadinya di Jakarta dan tersangka LMA menerima sebesar Rp500 juta," ujarnya.

Selanjutnya, permohonan pinjaman dana PEN itu disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.

"KPK menduga tersangka MAN juga menerima pemberian uang dari beberapa pihak terkait permohonan pinjaman dana PEN dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," tegas Karyoto.

Meski ditetapkan sebagai tersangka, Ardian belum ditahan. Karyoto bilang, tidak hadir saat dipanggil hari ini atau Kamis, 27 Januari dengan alasan sakit.

"Kami mengimbau agar yang bersangkutan hadir kembali sesuai dengan jadwal pemanggilan berikutnya oleh tim penyidik," katanya.

Sementara untuk tersangka Laode M Syukur yang hadir ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur selama 20 hari terhitung sejak 27 Januari hingga 15 Februari.

Atas perbuatannya, Andi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara Ardian dan Laode M Syukur sebagai penerima suap diduga melanggar 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.