Bagikan:

JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo mengingatkan pemerintah daerah berhati-hati dalam proses rekrutmen dan seleksi ASN sebagai pejabat daerah, terutama memastikan terbebas dari paham radikalisme.

"Jangan sampai sudah menjabat baru ketahuan," kata Tjahjo saat peluncuran Aplikasi ASN No Radikal dan Webinar Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara yang dilaksanakan secara virtual, Rabu, 2 September.

Dilansir Antara, Kamis, 3 September Menurut Tjahjo, Kementerian PAN-RB hampir setiap bulan melakukan sidang atas pelanggaran disiplin aparatur sipil negara (ASN), termasuk pengaduan ASN yang berpaham radikalisme.

Dalam menangani pengaduan itu, Tjahjo memastikan Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak bersikap asal-asalan, tetapi menelusuri hingga mendapatkan bukti-bukti kuat.

"Kami dengan Pak Haria (Kepala BKN) juga tidak asal. Oh, ini katanya, dari teman. Tetapi, harus ada bukti yang kuat," tegasnya.

Untuk memastikannya, kata dia, Kementerian PAN-RB melakukan cross check kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kementerian Agama, dan beberapa kementerian lain.

Diakui Tjahjo, Kementerian PAN-RB dan BKN terkadang menemui figur calon pimpinan yang selama ini rekam jejak kariernya clean and clear, tetapi setelah ditelusuri lebih mendalam ternyata memiliki paham radikal.

Ia mengatakan, Kementerian PAN-RB telah menjalin nota kesepahaman dengan 11 kementerian dan lembaga terkait penanggulangan paham radikalisme, tetapi memang belum efektif.

"Sekarang kami ingin coba dengan aplikasi (ASN No Radikal). Jadi, kepala daerah, sekda, BKD, dan sebagainya yang memonitor agar dalam proses eselon II ini harus hati-hati," ujarnya.

Tjahjo menginginkan proses rekrutmen dan seleksi kepemimpinan ASN sebagaimana berjalan di TNI-Polri.

"Urusan Pancasila, UUD 1945, NKRI, urusan Bhinneka Tunggal Ika harus 'clear'. Kalau sampai ada ASN ingin mengubah Pancasila, membangun gerakan, lewat medsos kan sesuatu yang membahayakan," katanya.

Oleh karena itu, Tjahjo berharap dengan aplikasi tersebut bisa membantu kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah dalam melakukan proses rekrutmen dan seleksi kepemimpinan, terutama terkait paham radikalisme.