Bagikan:

JAKARTA - Belum dua bulan sejak COVID-19 varian Omicron muncul, kini penyebarannya telah menjangkau hampir seluruh negara. Varian ini lebih mendominasi varian sebelumnya, seperti Alpha, Beta, dan Delta.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, memaparkan fakta ilmiah terbaru mengenai varian Omicron. Wiku memaparkan, Omicron lebih menular dibanding varian Delta.

"Penyebabnya varian Omicron memiliki tingkat mutasi tinggi yang mempengaruhi kemampuannya dalam menginfeksi tubuh. Mencegah penularan sejak level individu adalah cara terbaik untuk mencegah lonjakan kasus," kata Wiku dalam keterangannya, Kamis, 27 Januari.

Kemudian, terkait masa inkubasi, publikasi Brandal, L. T., dkk., 2021 dan rilis CDC menyatakan rata-rata masa inkubasi varian Omicron cenderung lebih singkat dibanding varian sebelumnya.

Studi terbatas di Norwegia dan rilis technical briefing dari Inggris menyatakan gejala yang diderita pasien Omicron disinyalir lebih ringan, terutama pada orang yang sudah memiliki kekebalan.

Angka perawatan pasien Omicron lebih rendah dibanding orang yang terkonformasi varian Delta. Hal ini berdasarkan hasil studi Lewnard, J. A., dkk., 2022, serta studi di Denmark, Afrika Selatan, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat.

Meski begitu, kata Wiku, jika kasus naik tinggi terus menerus akan membebani sistem kesehatan secara nasional akibat permintaan pelayanan di rumah sakit ikut meningkat.

"Terlebih pula tingginya penularan dapat menempatkan populasi rentan dalam situasi yang lebih berisiko," ujar dia.

Selanjutnya, WHO menyatakan varian Omicron dapat menginfeksi orang yang pernah terpapar COVID-19 sebelumnya. Kasus ini teramati dari hasil studi di Afrika Selatan, Denmark, Israel, dan Inggris.

WHO juga menyatakan bahwa vaksin berkurang efektivitasnya, namun masih banyak berperan dalam mencegah keparahan gejala dan kematian. Diketahui pula bahwa infeksi varian COVID-19 akan lebih efektif dicegah dengan vaksinasi booster.

Selain itu, imunitas seluler (non antibodi) masih memproteksi kuat terhadap varian Omicron hingga 70 sampai 80 persen. Imunitas seluler terbentuk baik pada orang yang pernah tertular maupun yang sudah divaksin.

Lebih lanjut, WHO menyebutkan tidak ada dampak signifikan pada efektivitas pengobatan yang sudah dipakai untuk menangani kasus COVID-19 saat ini. Obat yang dipakai untuk varian sebelumnya masih efektif digunakan untuk Omicron.

"Karenanya, bagi yang pernah terinfeksi tidak boleh abai protokol kesehatan dan harus tetap divaksin sesuai prosedur yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan," imbuhnya.