JAKARTA - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) melihat adanya potensi bisnis dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) medis selama pandemi COVID-19. Potensi ini muncul karena minimnya jumlah perusahaan yang bergerak di bidang tersebut di masa pandemi.
"Sebaran perusahaan-perusahaan pengolah limbah B3 medis itu di Indonesia sangat sedikit," kata Roy Wangintan dari Bidang 4 Perhubungan dan BUMN BPP Hipmi dalam diskusi Satuan Tugas Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, dilansir Antara, Jakarta, Selasa, 1 September
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) per April 2020, terdapat 14 perusahaan yang bergerak dalam bidang pengelolaan limbah B3 medis. Perusahaan-perusahaan itu tersebar di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur.
Hal itu perlu menjadi perhatian karena peluang tersebut menjadi lebih besar di saat pandemi, ketika volume limbah B3 medis bertambah akibat penggunaan alat pelindung diri (APD) yang meningkat baik di rumah sakit maupun di rumah tangga.
Menurut Roy, sejak awal pandemi banyak pengusaha yang mulai melebarkan sayap untuk bisnis dalam bidang alat kesehatan ataupun APD tapi masih minim yang melihat potensi dalam pengolahan limbah B3 medis.
Beberapa peluang dalam sektor pengelolaan limbah medis itu seperti jasa pengangkut, pengolahan, penyedia alat pemusnah pelatihan penanganan limbah medis COVID-19, jasa pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Tidak hanya melihat potensi bisnis, usaha dalam sektor pengelolaan limbah B3 juga dapat membantu usaha pemerintah untuk mengatasi permasalahan limbah, kata Roy.
"Di samping kita bisa menjadi pengusaha dan memulai bisnis di sana, kita juga bisa membantu pemerintah dalam penanganan COVID-19 dan program ekonomi nasional sekarang yang dicanangkan pemerintah sangat kita gaungkan dan kita bisa berkontribusi secara nyata," tegas Roy.