Bagikan:

MATARAM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan peringatan kepada Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait penyewaan aset daerah berupa lahan bekas pengelolaan PT Gili Trawangan Indah (GTI), di kawasan wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.

Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Budi Waluya mengatakan pihaknya mengingatkan Pemprov NTB agar memproses penyewaan aset tersebut sesuai aturan.

"Jangan sampai proses (sewa lahan) melanggar aturan hukum," kata Budi menegaskan dikutip Antara, Jumat, 21 Januari.

Dia pun mengingatkan agar sewa menyewa lahan tersebut berproses secara transparan. Harapnya tidak sampai memunculkan nepotis atau uang mahar dalam pemberian sewa.

"Jangan sampai ada seperti itu (nepotis). Harus tetap berlandaskan aturan hukum. Jangan menyimpang dari aturan yang sudah ada," ujarnya.

Dalam aturannya, jangka waktu pemberian sewa terhadap aset Pemprov NTB itu lima tahun. Dapat diperpanjang satu kali selama lima tahun berikutnya.

Terkait dengan adanya penyewaan ini, Budi menegaskan KPK akan berkoordinasi dengan Pemprov NTB. KPK juga akan memantau progresnya agar tidak ada yang menyimpang dari aturan.

"Karena tugas KPK juga ada untuk pengamanan aset, nantinya kita monitor dan koordinasi dengan Pemprov NTB," ucap dia.

Ada kabar lanjutan perihal masyarakat di Gili Trawangan yang melakukan penandatanganan kontrak dengan Pemprov NTB, meminta penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas lahan tersebut. Terkait itu, Budi juga akan melakukan pemantauan. "Kita akan monitor," ujarnya.

Dia pun mengingatkan, lahan pemerintah tidak boleh dialihkan menjadi SHM karena itu melanggar hukum. "Kalau ada SHM, itu bisa masuk ranah pidana, itu yang kita cegah," kata dia.

Sebelumnya, lahan tersebut pernah dikerjasamakan dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI) sejak tahun 1995. Dengan nilai kontrak Rp22,5 miliar per tahun.

Hal itu tidak sebanding dengan penghasilan ekonomi di Gili Trawangan dengan yang diterima Pemprov NTB saat ini. Berdasarkan peninjauan Kanwil DJKN Bali Nusra menyatakan perputaran ekonomi di lahan yang dikelola PT GTI bisa mencapai Rp2,3 triliun.

Karenanya, dilakukan pengkajian ulang dan bakal di adenddum kontrak Pemprov NTB dengan PT GTI. Namun, saat pembahasan adendum menemui jalan buntu. Pemprov NTB pun memutus kontrak dengan PT GTI.