Bagikan:

JAKARTA - Bareskrim Polri menepis dugaan tak ditahannya Irjen Napoleon Bonaparte karena berstatus jenderal bintang dua. Penahanan tersangka kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra itu disebut kewenangan penyidik.

"Oh tidak ada, kita tidak ada itu (karena Jenderal). Murni semua proses penyidikan, semua hak prerogatif," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan, Jumat, 28 Agustus.

Penyidik disebut Awi menilai Irjen Napoleon kooperatif. Lagipula dalam keputusan penahanan, kewenangan penyidik  diatur dalam KUHAP.

"Penyidik tentunya tetap berpedoman kepada KUHAP, di sana sudah diatur bahwasanya memang untuk menahan atau tidak seseorang itu ada syarat subyektif dan obyektifnya," papar Awi.

Awi lantas mencontohkan penahanan Brigjen Prasetyo Utomo yang juga menjadi tersangka terkait Djoko Tjandra. Brigjen Prasetyo sempat ditahan di Rutan Salemba cabang Bareskrim.

"Saya tambahkan, yang sebelumnya kan kasus lain, yang dua tersangka lain itu ditahan karena kasus surat jalan palsu," kata Awi.

Irjen Napoleon bersama Brigjen Prasetyo ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Mereka dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020 tantang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.

Sementara Tommy Sumardi ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan sebagai pemberi suap. Sehingga, Tommy dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1, Pasal 13 Undang-Undang 20 Tahun 2020 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.

Dalam perkara suap tersebut, penyidik menyita uang senilai 20 ribu dolar AS, handphone termasuk CCTV sebagai barang bukti.