Bagikan:

YOGYAKARTA - Sejumlah pedagang kaki lima di kawasan Malioboro memilih mengadukan nasib mereka ke Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta dan berharap mendapat pendampingan advokasi atas rencana relokasi yang akan dilakukan pemerintah daerah.

"Kami istilahnya tidak menolak rencana tersebut. Tetapi kami berharap ada transparansi dari pemerintah dan penundaan waktu saja," kata Supriyanti, salah satu pedagang kaki lima (PKL) Malioboro yang menyampaikan aduan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dikutip Antara, Selasa, 11 Januari.

Menurut dia, hingga saat ini belum ada kejelasan dari pemerintah daerah terkait waktu relokasi. Pedagang hanya mengetahui informasi mengenai rencana waktu pemindahan dari media sosial.

"Pemberitahuan secara resmi dari pemerintah daerah tentang waktu relokasi sama sekali belum ada. Kami justru tahu dari media sosial kalo sebelum akhir Januari sudah dipindah," katanya.

PKL, lanjut dia, juga masih berharap  pemerintah daerah bisa menunda waktu relokasi sembari memastikan lokasi relokasi layak untuk ditempati.

"Sepertinya lapak-lapak yang saat ini sudah disiapkan hanya lapak sementara saja. Harapannya bisa menjadi lapak yang lebih permanen. Oleh karenanya, kami berharap rencana ini bisa ditunda dulu," katanya.

Selain kesiapan lapak, PKL beralasan penundaan dibutuhkan karena pedagang khawatir dengan penurunan omzet apabila harus pindah ke lokasi baru. "Apalagi kami benar-benar terdampak pandemi COVID-19," katanya.

Hal senada disampaikan Purwandi yang sehari-hari berjualan kaos di Malioboro. "Dengan mengadu ke LBH, kami berharap ada bantuan hukum dan permintaan kami untuk penundaan bisa terkabul," katanya.

Aduan yang disampaikan sejumlah PKL Malioboro ke LBH tersebut mengatasnamakan individu, bukan atas nama paguyuban. PKL di Malioboro tergabung dalam sejumlah paguyuban.

Sementara itu, Divisi Penelitian LBH Yogyakarta Era Harivah mengatakan akan membuka Rumah Aduan untuk PKL Malioboro sebagai tindak lanjut atas aduan yang disampaikan PKL.

"Kami buka Rumah Aduan. Kami membuka pintu lebar untuk PKL Malioboro yang akan mengadu terkait rencana relokasi," katanya.

Era mengatakan, rencana relokasi PKL Malioboro ke dua lokasi yaitu di eks Bioskop Indra dan di lapak yang berada di lahan bekas Dinas Pariwisata DIY tidak transparan dan terkesan tergesa-gesa.

"Kebijakan ini mengabaikan prinsip partisipasi masyarakat. Dalam hal ini adalah PKL Malioboro. Dan sangat disayangkan karena dilakukan di masa pandemi," katanya.

Sedangkan unsur tidak transparan adalah pemerintah tidak menyampaikan secara jelas mengenai tujuan relokasi. "Jika tujuannya adalah penataan kawasan sumbu filosofi, maka dalam Konvensi UNESCO tidak disyaratakan jika kawasan cagar budaya harus terbebas dari aktivitas ekonomi," katanya.

Ia pun berharap pemerintah bisa menunda relokasi dan membuka ruang partisipasi untuk PKL Malioboro.