JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan barang bukti berupa dokumen usai menggeledah sejumlah lokasi di kota Bekasi, Jakarta, dan Bogor, Jawa Barat. Penggeledahan tersebut berkaitan dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi atau Pepen.
"Tindakan penggeledahan ini dilakukan di kantor dan rumah kediaman dari para tersangka dan pihak-pihak yang terkait dengan perkara," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 11 Januari.
Dari penggeledahan itu, Ali mengungkap ada barang bukti yang ditemukan para penyidik. Di antaranya adalah dokumen yang berkaitan dengan praktik lancung yang dilakukan Pepen bersama tersangka lainnya.
"Bukti-bukti yang kembali ditemukan diantaranya adalah berbagai dokumen proyek ganti rugi lahan di Bekasi," jelasnya.
Selanjutnya, KPK akan melakukan verifikasi terhadap barang bukti yang ditemukan.
"Verifikasi bukti-bukti dengan dugaan perbuatan para tersangka akan segera dilakukan. Di antaranya dengan mengonfirmasi kepada para saksi yang akan segera dipanggil oleh tim penyidik," jelas Ali.
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Rahmat Effendi atau Pepen bersama delapan orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi.
Pepen bersama M. Bunyamin yang merupakan Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi; Lurah Jati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi ditetapkan sebagai penerima suap.
Sementara Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; swasta bernama Lai Bui Min; Direktur PT Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawa Lumbu, Makhfud Saifudin ditetapkan sebagai pemberi suap.
BACA JUGA:
Sebagai penerima suap, Pepen dan empat orang lainnya disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara para pemberi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.