1200 Hunian Pengungsi Rohingya di Bangladesh Ludes Terbakar, Warga Pertanyakan Kurangnya Peralatan Keselamatan
Ilustrasi kamp pengungsi Muslim Rohingya di Cox's Bazar, Bangladesh. (Wikimedia Commons/Tauheed)

Bagikan:

JAKARTA - Kebakaran melanda sebuah kamp pengungsi Rohingya di tenggara Bangladesh pada Hari Minggu, menghancurkan ribuan rumah, menurut pejabat dan saksi, meskipun tidak ada laporan segera mengenai korban.

Kebakaran melanda Camp 16 di Cox's Bazar, sebuah distrik perbatasan tempat lebih dari satu juta pengungsi Rohingya tinggal, di mana mayoritas dari mereka melarikan diri dari kekerasan yang dilakukan militer Myanmar pada tahun 20217 silam,

Mohammed Shamsud Douza, seorang pejabat pemerintah Bangladesh yang bertanggung jawab atas pengungsi mengatakan pekerja darurat telah mengendalikan api. Penyebab kebakaran belum dapat dipastikan, tambahnya.

"Semuanya hilang. Banyak yang tidak memiliki rumah," kata Abu Taher, seorang pengungsi Rohingya, mengutip CNN 10 Januari.

Kobaran api lain mengoyak pusat perawatan Covid-19 untuk pengungsi di kamp pengungsi lain di distrik itu Minggu lalu, tidak menimbulkan korban jiwa.

Diketahui, api muncul di Kamp 16 dan menjalar melalui tempat perlindungan yang terbuat dari bambu dan terpal, menyebabkan lebih dari 5.000 orang kehilangan tempat tinggal.

"Sekitar 1.200 rumah hangus terbakar. Api mulai berkobar sekitar pukul 16.40 waktu setempat dan berhasil dikendalikan sekitar pukul 18.30 waktu setempat," terang Kamran Hossain, juru bicara Batalyon Polisi Bersenjata, yang mengepalai keamanan di kamp tersebut, mengutip The National News.

Sementara seorang pengungsi Rohingya bernama Abdur Rashid (22) mengatakan, api begitu besar sehingga dia lari menyelamatkan diri karena rumah dan perabotannya dilalap api.

"Semua yang ada di rumah saya terbakar. Bayi dan istri saya keluar. Ada banyak barang di rumah. Saya menghemat 30.000 taka (350 dolar AS) dari bekerja sebagai buruh harian. Uang itu dibakar dalam api. Saya sekarang berada di bawah langit terbuka. Saya kehilangan mimpi saya," tukasnya.

Sementara pengungsi lain bernama Mohammad Yasin (29), mengeluhkan kurangnya peralatan keselamatan kebakaran di kamp-kamp.

"Kebakaran sering terjadi di sini. Tidak mungkin kami memadamkan api. Tidak ada air. Rumah saya terbakar. Banyak dokumen yang saya bawa dari Myanmar juga ikut terbakar. Dan di sini dingin," paparnya.Sebelumnya, kebakaran dahsyat Maret lalu menyapu pemukiman pengungsi terbesar di dunia di Cox's Bazar, menewaskan sedikitnya 15 pengungsi dan membakar lebih dari 10.000 gubuk.

Perkiraan jumlah pengungsi Rohingya yang tinggal di Cox's Bazar berkisar dari 800.000 hingga lebih dari 900.000, menurut Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi dan Save the Children.

Untuk diketahui, pada tahun 2016 dan 2017, militer Myanmar meluncurkan kampanye pembunuhan dan pembakaran brutal yang memaksa lebih dari 740.000 orang minoritas Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh, mendorong kasus genosida untuk didengar di Mahkamah Internasional.

Pada tahun 2019, PBB mengatakan "pelanggaran berat hak asasi manusia" oleh militer masih berlanjut di negara-negara etnis Rakhine, Chin, Shan, Kachin dan Karen. Semnetara, Myanmar membantah tuduhan genosida, dan mempertahankan "operasi pembersihan" oleh militer adalah tindakan kontra-terorisme yang sah.