Kredit Macet Meningkat karena Suku Bunga Perbankan Belum Turun, Ada Apa Sebenarnya?
Ilustrasi. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan tingkat suku bunga di 4 persen, meskipun ada kecenderungan tren menurun. Namun demikian sampai saat ini penurunan tersebut tidak diikuti oleh penurunan suku bunga acuan kredit (SBAK) dari pihak perbankan.

Tercatat SBAK di sejumlah bank BUMN untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih cukup tinggi, Bank BTN masih mematok bunga 10,5 persen, Bank BRI 9,9 persen, Bank Mandiri 10,20, dan Bank BNI 10,20 persen. Kondisi ini membuat para pelaku pasar khususnya sektor properti mempertanyakan alasan pihak perbankan yang masih enggan juga belum menurunkan suku bunga.

Dengan turunnya suku bunga ini diharapkan akan memberikan harapan bagi para pelaku khususnya di sektor properti untuk mengurangi beban bunga selama ini. Termasuk juga harapan bagi masyarakat untuk dapat menikmati bunga KPR lebih rendah lagi sehingga daya beli menjadi semakin terjaga.

Namun demikian, bunga acuan ini menjadi hampir tidak ada manfaatnya setelah beberapa kali penurunan yang dilakukan. Suku bunga KPR perbankan masih bertengger cukup tinggi belum juga terlihat adanya penurunan yang signifikan.

"Harusnya pihak perbankan bisa lebih mengedepankan kewajaran dengan juga ikut menurunkan suku bunga mereka. Karena selama ini menurunnya BI 7-Day Reverse Repo Rate tidak selalu diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan," kata Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch dalam keterangan tertulisnya, Kamis 27 Agustus.

Banyaknya pihak perbankan yang memberikan alasan bahwa cost of fund yang masih tinggi dan risiko yang juga tinggi, Ali menanggapi bahwa tanpa adanya keringanan dalam kondisi saat ini malah risiko Non-Performing Loan (NPL) atau kredit macet akan semakin tinggi.

"Bila tidak ada penurunan suku bunga oleh perbankan, maka justru risiko NPL akan semakin tinggi menyusul menurunnya daya cicil dari konsumen dan pelaku bisnis. Artinya pihak perbankan harus dapat membantu kondisi konsumen dan pelaku bisnis dengan mengurangi beban dari bunga," tegas Ali.

Seperti diketahui juga, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meminta perbankan untuk mewaspadai kinerja kredit bermasalah non performing loan (NPL) per Juni 2020 mencapai 3,11 persen atau naik dibandingkan Mei 2020 yang mencapai 3,01 persen. Tertinggi ada di kelompok bank skala kecil dan menengah.

"NPL kecenderungannya naik itu yang perlu diwaspadai juga restrukturisasi kredit yang posisinya naik mencapai 21 persen," kata Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono dalam sebuah webinar.

Penurunan suku bunga diharapkan malah akan memberikan dampak positif karena beban bunga akan menjadi lebih ringan dan mempunyai kecenderungan NPL juga bisa ditekan. Tanpa ada penurunan suku bunga perbankan maka para pelaku bisnis menjadi terbebani dengan omset yang juga menurun saat ini.

Karenanya Ali mengharapkan pihak perbankan untuk segera menurunkan suku bunganya, jangan sampai momentumnya hilang dan malah pasar terlambat untuk dapat merespon dengan baik.