JAKARTA - Komisi IX DPR mempertanyakan adanya selisih sebesar Rp129,7 miliar dari total anggaran Rp38,7 triliun yang akan diberikan kepada 15,7 juta pekerja atau buruh yang memiliki gaji atau upah di bawah Rp5 juta per bulan.
Menanggapi hal ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, selisih anggaran tersebut sebenarnya adalah biaya pendukung dalam persiapan penyaluran bantuan gaji yang akan disalurkan kepada 15,7 juta pekerja atau buruh.
"Tadi ada pertanyaan anggaran Rp37,8 triliun kalau hitung tidak sampai, hanya Rp37,7 triliun (untuk 15,7 juta pekerja). Saya sampaikan, dana Rp129.788.211.000 ini untuk biaya transfer antar bank jika rekening penerima bukan Bank Himbara," tuturnya, dalam rapat dengan Komisi IX DPR dan BP Jamsostek, Rabu, 26 Agustus.
Menurut Ida, pihaknya memang diberikan dana untuk biaya persiapan perencanaan pelaporan dan kegiatan kurang lebih senilai Rp1 miliar untuk menyalurkan bantuan. Sebab, kata Ida, pemerintah tidak mensyaratkan calon penerima bantuan harus memiliki akun yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) dan PT Bank Mandiri Tbk.
"Mereka silakan saja banknya apa. Kalau persyaratannya Bank Himbara nanti mungkin lebih lama lagi pengumpulan data rekeningnya, karena harus buka account baru. Jadi kami mencanangkan jika memang banknya tidak ada kesamaan, maka ada biaya transfer," jelasnya.
Ida menegaskan, jika nantinya dalam pendataan rekening calon penerima bantuan gaji lebih banyak berasal dari Bank Himbara, maka dana yang seharunya digunakan untuk biaya transfer ini akan dikembalikan kepada kas negara.
"Bagaimana kalau ini menghitung kepada sejumlah calon penerima, kemudian ternyata ada kesesuaian yang banyak dengan bank penerima. Uangnya diapakan? Uangnya akan dikembalikan kepada kas negara. Jadi sama sekali uang itu tidak akan bisa diapa-apa kan oleh kami di Kementerian Ketenagakerjaan," tegasnya.
Lebih lanjut, Ida berujar, Kementerian Ketenagakerjaan dalam penyaluran bantuan gaji kepada 15,7 juta pekerja atau buruh ini hanya bertindak sebagai fasilitator. Artinya, uang akan diserahkan kepada bank penyalur dan langsung dipindahkan kapada rekening penerima.
"Uang itu benar-benar akan transfer dari bank penyalur kepada rekening penerima. Tidak akan ada mampir ke mana-mana, kami benar-benar hanya sebagai fasilitator saja, dan menyambungkan secara administratif. Biaya tadi saya sampaikan kalau tidak dibutuhkan ternyata kesesuaiannya lebih banyak, pasti uang itu akan dikembalikan kepada negara," tegasnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, dalam rapat tersebut, anggota Komisi IX Netty Prasetiani mempertanyakan selisih anggaran total yang akan dikeluarkan dengan jumlah penerima bantuan gaji dari pemerintah.
"Kalau di sini disebutkan, anggaran subsidi yang akan dialokasikan atau dicairkan mencapai Rp37.870.345.011.000, kemudian targetnya itu akan diberikan kepada 15.725.233 pekerja, dengan cara diberikan dalam bentuk uang Rp600 ribu per bulan, selama empat bulan, saya hitung ternyata disitu ada selisih," kata Netty.
Menurut Netty, jika masing-masing pekerja menerima bantuan senilai RpRp600 ribu yang diberikan selama empat bulan maka total bantuan adalah Rp2,4 juta. Jika dikali dengan target penerima bantuan 15,7 juta lebih, total anggarannya hanya sebesar Rp37.740.556.800.000.
"Jadi saya hitung tadi ada selisih Rp129.788.211.000 yang tidak bertuan atau tidak dijelaskan dalam persentasi ini. Jadi, saya ingin bertanya, kenapa? Ini kan bukan cuma sekedar angka. Tapi ini adalah instrumen ideologis untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dan diharapkan akan mampu menghadirkan kesejahteraan," katanya.
Apalagi, kata Netty, saat ini masyarakat sedang merasakan kesulitan akibat pandemi COVID-19. Seharusnya, semua orang berhak untuk mendapatkan perhatian, bantuan, jangkauan dari pemerintah.
"Jadi kalau kemudian ada angka yang muncul sebanyak Rp129 miliar tidak berjudul, tidak bertuan dan tidak disebutkan, ini mau diapakan? Ini menurut saya catatan," katanya.