Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi atau Pepen menerima uang dari pegawai di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Uang tersebut sebagai komisi dari jabatan yang mereka duduki saat ini.

"Tersangka RE juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai pada Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya," kata Firli dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 6 Januari.

Selanjutnya, uang yang diterima Pepen itu digunakan untuk operasionalnya. Tak dijelaskan berapa jumlah totalnya namun uang tersebut sudah digunakan hingga tersisa Rp600 juta saat operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan pada Rabu, 5 Januari.

"Di samping itu juga, terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemerintah Kota Bekasi, RE diduga menerima sejumlah uang Rp30 juta dari AA melalui MB," ungkap Firli.

AA merupakan Ali Amril yang merupakan Direktur PT MAM Energindo sementara MB adalah Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi, M Bunyamin.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Rahmat Effendi bersama delapan orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi.

Pepen bersama M. Bunyamin yang merupakan Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi; Lurah Kati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi ditetapkan sebagai penerima suap.

Sementara Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; swasta bernama Lai Bui Min; Direktur PT Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawa Lumbu, Makhfud Saifudin ditetapkan sebagai pemberi suap.

Atas perbuatannya Pepen dan penerima suap lainnya disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan para pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.