Bagikan:

JAKARTA - Komisi VIII DPR menyesalkan adanya teguran dari Kementerian Agama (Kemenag RI) terhadap Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah RI (AMPHURI) terkait pelanggaran kesepakatan umrah. Di mana AMPHURI nekat memberangkatkan 84 tim advance. Hal itu tidak sesuai ketentuan karena semula disetujui 25 orang. 

“Sudah benar harus ditegur, karena sebelumnya mereka sudah tahu saat Asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) melaksanakan rapat dengan Kemenag menindaklanjuti arahan Presiden tentang penundaan keberangkatan umrah," ujar Anggota Komisi VIII DPR RI MF Nurhuda kepada VOI, Rabu, 5 Januari. 

 

Seperti diberitakan, Kemenag telah mengeluarkan surat teguran kepada AMPHURI karena menyalahi kesepakatan untuk memberangkatkan tim advance sebanyak 25 orang melaksanakan umrah sekaligus mempelajari pelaksanaan umrah di masa pandemi. Namun tim yang berangkat pada tanggal 30 Desember 2021 bertambah menjadi 84 orang.

 

AMPHURI dinilai tidak berkoordinasi dengan Kemenag terkait perubahan kesepakatan tersebut. 

“AMPHURI seharusnya tidak melanggar hasil kesepakatan dengan Kemenag, yaitu membuat tim advance berjumlah 84 orang untuk uji coba pemberangkatan umrah pasca 2 tahun vakum karena pandemi COVID-19. Jika menyalahi ketentuan yang berlaku ya sudah seharusnya ditegur," sambungnya.

 

Sementara, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily, menyarankan AMPHURI menerima segala konsekuensi dari keputusan Kementerian Agama yang mengeluarkan surat teguran. Akibat tidak ada koordinasi sehingga menyalahi aturan yang telah ditetapkan.

“Ketika pemerintah atau Kementerian Agama memberikan teguran kepada asosiasi AMPHURI tentu kami bisa memahami langkah tersebut," ujar Ace kepada wartawan, Rabu, 5 Januari.

 

“Karena bagaimanapun sekali lagi pertimbangan pemerintah adalah soal keselamatan dan kesehatan warga negara karena itu memang hal yang paling utama," sambungnya.

 

Politikus Partai Golkar itu menilai, seharusnya sejak awal AMPHURI melakukan koordinasi dengan Kemenag bila ada rencana keberangkatan di luar tim advance. Seperti diketahui ada 25 tim advance yang keberangkatannya direstui Kemenag, namun yang berangkat ternyata sejumlah 84 orang.

"Sebaiknya asosiasi AMPHURI berkoordinasi dengan Kemenag mempersiapkan tim advance-nya mereka dengan mematuhi apa yang telah disepakati antara Kemenag, Kementerian Kesehatan dan AMPHURI sendiri," katanya.

Legislator dapil Jawa Barat II itu mengingatkan, koordinasi tersebut penting guna meminimalisir risiko buruk yang terjadi di Arab Saudi. Sebab, menjadi tanggungjawab pemerintah jika terjadi persoalan terhadap masyarakatnya yang sedang umrah. 

Ace meminta teguran ini tidak terjadi kepada asosiasi lain. "Asosiasi harus memahami jika terjadi sesuatu maka yang akan dimintai pertanggungjawaban adalah pemerintah sendiri," katanya.

 

Kemenag Kecewa dan Siapkan Sanksi

 

Kementerian Agama membenarkan telah memberi teguran keras kepada Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) yang dianggap melanggar kesepakatan lantaran memberangkatkan 84 pimpinan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) pada 30-31 Desember. 

 

Pasalnya, pada 23 Desember disetujui 25 tim advance dari AMPHURI berangkat ke Arab Saudi. Namun ternyata, akhir tahun 2021 lalu justru yang diberangkatkan melebihi kesepakatan. Padahal ada penundaan keberangkatan hingga 2 Januari. 

 

"Kami pemerintah bersama para asosiasi berkali-kali telah rapat, di bulan Desember juga rapat telah menyepakati umrah perdana tanggal 23 desember 2021. Bahkan kami sudah menyiapkan pesawatnya Saudia Airlines, akan tetapi tiba-tiba 16 desember presiden mengeluarkan arahan agar ditunda dulu perjalanan luar negeri. Akhirnya pak menteri mengarahkan juga agar ditunda. Arahan presiden dan Gus menteri ini kami jadikan bahan untuk rapat bersama asosiasi," ujar Direktur Bina Haji Umrah Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kemenag Nur Arifin saat dihubungi VOI, Rabu, 5 Januari. 

Di rapat tersebut, lanjut Nur Arifin, para asosiasi termasuk AMPHURI juga sepakat bahwa bisa menerima arahan presiden dan arahan menteri agama. Akhirnya, pemberangkatan umrah perdana dari Indonesia ditunda sampai Januari. 

 

"Rencana sampai 2 Januari, akan tetapi para asosiasi usul agar diberangkatkan tim advance atau perwakilan asosiasi untuk mempelajari sistem umrah era pandemi ini. Akhirnya usul tersebut kita sampaikan dengan Gus Menteri, di terima dan setuju 25 orang. Akhirnya kita kirim 25 orang diberangkatkan 23 Desember sesuai konsep dan kondisi Asrama Haji Pondok Gede Jakarta," jelasnya.

 

"Tidak ada kebijakan atau kesepakatan di luar itu, tahu-tahu AMPHURI memberangkatkan jemaah 30-31 (Desember), akhirnya suasana gaduh, para asosiasi yang lain ramai 'Gimana AMPHURI ini harus ada tindakan jangan sampai melanggar enggak ada tindakan'," sambung Nur Arifin.

 

Pemerintah, kata Nur Arifin, dalam hal ini Kemenag harus mendinginkan suasana supaya tidak gaduh. "Akhirnya, kita (Kemenag) menerbitkan surat teguran kepada AMPHURI yang arahnya adalah ayo kita bangun tim umrah Indonesia yang kuat, jangan berjalan sendiri," terangnya. 

"Kita sudah sepakat agar kita menunda umrah sampai Januari. Intinya kami menyatakan kekecewaan karena telah merusak kesepakatan soliditas tim yang kita buat," tambah Nur Arifin. 

 

Lantas, adalah sanksi terhadap AMPHURI? 

 

Nur Arifin menjelaskan soal pelanggaran kesepakatan ini tentu Kemenag lebih dulu mengirimkan surat teguran dan memanggil asosiasi. 

 

"Kami kan punya pendekatan hukum administrasi, perdata. Kalau pidana kan bukan ranah kami (itu) di kepolisian. Kami tentu ada langkah-langkah, misalnya kami akan memanggil para penyelenggara umrah yang terlibat di AMPHURI tadi yang berkewenangan buat sanksi sampai yang terberat pembekuan izin misalnya," jelas Nur Arifin. 

 

"Tapi kita tidak bicara yang terberat. Kita lihat proses yang ada dulu, kami ingin hadir memberikan solusi terbaik untuk masyarakat. Kami ingin memberikan solusi yang terbaik dan berkeadilan supaya kita bisa mewujudkan umrah Indonesia yang semakin baik, aman," tandasnya. 

 

Tak Bicara soal Teguran, AMPHURI Justru Ceritakan Pengalaman Advance

 

Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) belum bicara soal teguran dari Kementerian Agama (Kemenag).

Dalam kesempatan diskusi secara daring AMPHURI justru santai mengungkapkan pengalamannya saat melakukan advance ke Arab Saudi. Awalnya AMPHURI menjelaskan sejumlah aturan untuk pelaksanaan ibadah umrah di Tanah Suci. 

 

Bendahara Umum Amphuri Muhammad Tauhid Hamdi, menjelaskan secara prosedur masih tetap sama mulai dari pemberangkatan. Hanya saja, kata dia, memang harus ada tambahan menunjukkan hasil tes PCR yang negatif di bandara kedatangan.

"Setelah itu, para jemaah akan dibagi berdasarkan kewajiban harus karantina atau tidak jika tiba di Madinah. Kemudian itu diberikan gelang khusus untuk masuk ke Masjidil Haram maupun Ka'bah atau tempat lain," ujar Tauhid dalam diskusi daring, Rabu, 5 Januari. 

Bagi yang ada gelang, lanjutnya, bisa masuk masjid. Begitupula dengan masuk ke mal atau hotel. "Itu harus menunjukkan gelang yang kita pakai atau menggunakan aplikasi Tawakkalna," kata Tauhid.

Namun, kata Tauhid, aplikasi Tawakkalna tidak menjadi mandatori seperti aplikasi PeduliLindungi. Sebab, yang menjadi acuan otoritas adalah gelang khusus yang diberikan usai dari hotel.

Tauhid, lantas menceritakan pengalaman dari Tim Advance Mitigasi Sistem Umrah di Arab Saudi yang berangkat pada 23 Desember lalu. 

 

Dikatakannya, terdapat perbedaan mencolok dari perlakuan pemerintah Arab Saudi terhadap vaksin COVID-19 para jemaah.

Di mana, khusus untuk penerima vaksin asal China yakni Sinovac dan Sinopharm yang mendarat di Madinah diwajibkan karantina tiga hari dua malam.

"Jemaah karantina tiga hari karena vaksinanya Sinovac dan Sinopharm," jelasnya.

 

Sementara bagi penerima vaksin di luar Oxford-AstraZeneca, Pfizer-BioNTech, Johnson & Johnson, dan Moderna dibebaskan karantina dan bisa langsung menjalankan ibadah.

 

Kemudian, bagi jemaah yang mendarat di Jeddah, apapun vaksin yang digunakan harus tetap karantina sesuai regulasi internasional, yakni lima hari empat malam.

Selain itu, tambah Tauhid, peraturan penggunaan masker juga sangat ketat. Bagi jemaah yang tidak mengenakan masker makan akan dikenakan denda hingga jutaan rupiah.

"Jadi memang harus pakai masker, untung saya tadi hanya ditegur, tidak langsung didenda 1000 riyal (sekitar Rp3,8 juta)," kata Tauhid.