SURABAYA - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim, M. Dhofir, menyebut Kejati Jatim belum menerima laporan kasus dugaan pungutan liar (pungli) Kepala Kanwil Kemenag Jatim Husnul Maram. Padahal, kasus itu telah dilaporkan ke Kejati Jatim oleh LBH Garda Nusantara, dan Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI) Surabaya.
"Kami juga belum menerima info dari Polda Jatim juga, karena tidak ada laporannya juga disini (Kejati Jatim)," kata Dhofir, saat jumpa pers Capaian Kinerja Kejati Jatim 2021, di Kejati Jatim di Surabaya, Jumat, 31 Desember.
Sebelumnya, pelapor yakni LBH Garda Nusantara telah mengantongi bukti tanda terima setelah melaporkan kasus tersebut ke Kejati Jatim
Namun, Dhofir berjanji akan menindaklanjuti bila ada laporan masuk, terkait kasus dugaan pungli di lingkungan Kemenag. "Jadi masih belum ada laporan, kalau masuk nanti kami dalami (ditindaklanjuti)," kata Dhofir.
BACA JUGA:
Sebelumnya, LBH Garda Nusantara dan Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI) Surabaya, melaporkan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur, Husnul Maram, ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, Senin, 27 Desember 2021. Ia dilaporkan atas dugaan kasus korupsi danpungutan liar (pungli) terhadap 31 KUA se- Surabaya, saat menjabat sebagai Kepala Kemenag Surabaya tahun 2020.
"Kami menduga kuat ada pungli yang diduga dilakukan Pak Husnul Maram ketika menjabat sebagai Kemenag Surabaya. Nah, pungli ini masuk dalam tindak pidana korupsi," kata Direktur LBH Garda Nusantara, Amirullah Yusuf, ditemui di Kejati Jatim.
Selain Maram, Amir, sapaan akrabnya, mengaku juga melaporkan Husni, yang saat itu menjabat sebagai Kasi Bimas Islam Kemenag Kota Surabaya tahun 2020. Husni berperan sebagai orang yang bertandatangan, terkait dugaan pungli tersebut. "Pungli ini dilakukan melalui pengadaan mesin absensi sidik jari eletronik (fingerprint) di 31 Kantor Urusan Agama (KUA) se- Surabaya," ujarnya.
Amir menjelaskan, pungli itu dilakukan terhadap ASN 31KUA se- Surabaya itu terjadi pada tahun 2020, ketika Husnul Maram menjabat sebagai Kepala Kemenag Surabaya. Di mana saat itu, Kemenag Surabaya mengeluarkan surat edaran (SE) No. B- 748/Kk.13.29.6/Kp.01/06/2020.
Dalam SE tersebut, lanjut Amir, 31 KUA se- Surabaya wajib membayar biaya penggunaan fingerprint sebesar Rp175 ribu per bulan. Harusnya, lanjut Amir, fasilitas fingerprint itu difasilitasi oleh negara dan tidak dipungut biaya alias gratis.
Amir menyebut kebiajakan Kemenag Surabaya itu bertentangan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010, dan Permenag RI No. 75 Tahun 2021 Tentang Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Di Lingkungan Kementerian Agama.
"Nah, sementara Kemenag Surabaya malah bekerjasama dengan pihak swasta, yakni PT. Inovasi Citra Tekhnologi. Setiap KUA dipungut biaya dan diperintah untuk mentransfer ke rekening perorangan," katanya.
Amir pun mendesak Kejati Jatim melakukan langkah konkret dengan adanya kasus pungli tersebut. Amir tidak ingin, Husnul Maram yang saat ini menjabat sebagai Kakanwil Kemenag Jatim, melakukan hal serupa di wilayah Jatim.
"Jika ini benar terjadi, bukti bahwa Menteri Agama (Menag) tak jeli, tak peka. Bagaimana mungkin Jatim bisa dipimpin orang seperti ini," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenag Jatim Husnul Maram, terkejut ketika dikonfirmasi hal itu. Bahkan, ia mengaku tidak mengetahui terkait adanya pelaporan dugaan pungli yang mencatut namanya tersebut. "Maaf, saya kok baru tahu. Terimakasih," jawab Husnul Maram singkat saat dikonfirmasi.