Bagikan:

JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa terus memantau perkembangan kasus tabrakan di Nagreg hingga menewaskan dua orang yang melibatkan 3 anggota TNI AD. Kesemuanya segera ditetapkan jadi tersangka dan bahkan bisa saja dihukum mati.

Tiga anggota TNI AD yang terlibat tabrakan di Nagreg memiliki peran yang berbeda-beda. Mereka adalah Kolonel P, Koptu DA, dan Sertu SA. Ketiganya diduga menggunakan mobil berpelat nomor B-300-Q yang dikemudikan Koptu DA saat insiden tabrakan.

Mobil berjenis Isuzu Panther berwarna hitam itu milik Kolonel P. Kecelakaan ini terjadi di Jalan Raya Nagreg di area sekitar SPBU Ciaro, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Rabu, 8 Desember.

Setelah peristiwa tersebut, para korban dibawa oleh mereka bertiga lalu hilang secara misterius. 11 Desember, dua jenazah korban itu ditemukan di aliran Sungai Serayu yang ada di Jawa Tengah. Setelah ditemukan, jenazah para korban dikembalikan ke keluarga dan dimakamkan.

"Hari ini, penyidik dari AD dan TNI akan menetapkan mereka sebagai tersangka," kata Andika Perkasa di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jakarta, Selasa 28 Desember.

Andika bilang, dalam pemeriksaan awal Kolonel P terdeteksi terus melakukan kebohongan. Namun penyidik tak putus asa. Kebohongan Kolonel P terbongkar setelah seluruh pelaku dikonfrontasi.

"Tapi kita konfirmasi dari 2 saksi lainnya mulai keliatan," sambung mantan KSAD ini.

Kolonel P kini ditahan di penjara militer tercanggih milik TNI AD. Lalu ada di Bogor dan DA itu ada di Cijantung.

"Kita pusatkan tapi tidak kita satukan sehingga bisa kita lakukan konfirmasi," kata dia.

Andika menjanjikan kalau ketiga pelaku ini akan dituntut hukuman maksimal seumur hidup. Meski sebenarnya Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memperbolehkan mereka dihukum mati.

Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berbunyi"Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun".

"Saya terus kumpulkan semua tim penyidik maupun auditor kita akan lakukan tuntutan maksimal, seumur hidup meskipun sebenarnya Pasal 340 ini memungkinkan hukuman mati, tetapi kita ingin sampai seumur hidup," tandasnya.