Tim <i>Trauma Healing</i> Diterjunkan Bantu Warga Selayar Terdampak Gempa NTT
Tim trauma healing untuk warga Kabupaten Selayar pascagempa NTT (Foto: dokumentasi BNPB)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menerjunkan tim trauma healing dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-Dalduk KB) untuk membantu memulihkan trauma warga Kabupaten Selayar pascagempa NTT.

Plt. Kapusdatinkom Kebencanaan BNPB Abdul Muhahari menuturkan, enam orang tim trauma healing didatangkan dari Makassar menuju Kabupaten Selayar menggunakan jalur darat dan penyeberangan kapal feri.

"Sesampainya di Kota Benteng, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Selayar, empat orang dari tim Kabupaten Kepulauan Selayar bergabung dengan rombongan kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan jalur laut," kata Abdul Muhari dalam keterangannya, Kamis, 23 Desember.

Abdul Muhari mengungkapkan, para tim trauma healing tersebut mengatakan bahwa pihaknya nantinya akan memberikan pelatihan singkat kepada tim dari perwakilan Kabupaten Kepulauan Selayar untuk pendampingan masyarakat yang masih trauma.

"Metode itu dipakai mengingat lokasi yang merupakan kepulauan dan waktu tempuh yang lama," ujarnya.

Di samping itu, tim tersebut juga akan mengelompokkan masyarakat dengan level tingkatan traumatisnya dan memberikan pendampingan sesuai kondisinya.

Mengingat, sampai saat ini masih ada masyarakat yang hingga saat ini masih sangat ketakutan dan menunjukkan perilaku trauma berat dengan ditunjukkan dengan keinginan yang bersangkutan untuk lari menuju ke laut.

Bahkan, kata Abdul Muhari, ada pula anak-anak yang selalu membawa bantal ke mana-mana di atas kepalanya karena takut apabila terjadi gempabumi susulan.

Lebih lanjut, ia menuturkan sejauh ini tenda-tenda darurat pengungsian masyarakat masih terlihat di beberapa titik di Desa Lamantau, Kecamatan Pasimarannu.

Berdasarkan data sementara, ada sebanyak 10.188 warga di wilayah itu yang memilih menetap sementara di tenda-tenda pengungsian darurat.

"Pilihan itu diambil warga karena masih trauma usai diguncang gempabumi M 7,4. Di samping itu, sebagian besar dari mereka juga masih diliputi rasa ketakutan tentang peristiwa gempabumi dan tsunami yang terjadi pada 12 Desember 1992 dan menewaskan kurang lebih 2.500 jiwa," jelas Abdul Muhari.

Diketahui, gempa berkekuatan magnitudo 7,4 mengguncang laut Flores Timur pada 14 Desember lalu. Setelah itu, terjadi gempa susulan sedikitnya 663 kali. Gempa bumi susulan itu menunjukkan tren penurunan baik intensitas maupun frekuensi.

Gempa bumi yang berpusat di 7.59 lintang selatan dan 122.24 bujur timur itu sebelumnya dirasakan kuat oleh masyarakat di 18 kabupaten di 3 provinsi, meliputi 9 kabupaten di Nusa Tenggara Timur, 3 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan dan 6 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara.

Selain itu, gempa bumi yang diikuti dengan adanya peringatan dini tsunami dari BMKG itu juga membuat sebagian warga di Kabupaten Kepulauan Selayar trauma. Trauma yang dimaksud adalah ingatan warga atas gempa bumi kuat yang terjadi pada 12 Desember 1992 dan memicu terjadinya gelombang tsunami yang juga berdampak di Kepulauan Selayar.