Bagikan:

JAKARTA - Sebuah studi kecil dari tujuh kasus COVID-19 di Afrika Selatan menunjukkan, varian Omicron dapat menembus suntikan vaksin booster, salah satu ilmuwan yang terlibat mengatakan pada Hari Kamis.

Sebanyak tujuh pengunjung dari Jerman ke Cape Town, berusia antara 25 dan 39, terinfeksi di beberapa titik pada akhir November atau awal Desember dengan kasus yang dikonfirmasi dari varian Omicron virus corona.

Salinan penelitian yang dilihat oleh Reuters, seperti dikutip 17 Desember, mengatakan, mereka semua hanya menderita gejala ringan hingga sedang dan tidak ada yang memerlukan rawat inap.

Dari kelompok tersebut, enam telah divaksinasi penuh dengan vaksin Pfizer-BioNTech (PFE.N), sementara lima di antaranya telah mendapatkan suntikan booster dengan vaksin Pfizer, sementara seorang lagi telah menerima dosis booster dengan vaksin Moderna.

Sementara, yang ketujuh Ketujuh telah menerima dosis awal vaksin AstraZeneca, diikuti oleh dosis booster kedua dan ketiga Pfizer. Tidak ada yang melaporkan infeksi sebelumnya dengan COVID-19.

Diketahui, infeksi terjadi antara satu dan dua bulan setelah menerima suntikan booster.

Wolfgang Preiser, seorang ahli virologi di Universitas Stellenbosch dan salah satu rekan penulis penelitian mengatakan kepada Reuters, penelitian tersebut saat ini sedang ditinjau oleh rekan sejawat.

Dia mengatakan, penelitian menunjukkan infeksi mungkin terjadi dan menyebabkan penyakit simtomatik bahkan setelah imunisasi dosis booster.

Kendati demikian, sebuah studi dunia nyata yang jauh lebih besar dari 581 orang di Inggris menunjukkan, vaksin booster secara signifikan memulihkan perlindungan terhadap penyakit ringan yang disebabkan oleh varian Omicron. Sebagian membalikkan penurunan tajam dalam efektivitas vaksin, Badan Keamanan Kesehatan Inggris mengatakan pekan lalu.

Para ilmuwan menduga, varian Omicron lebih mudah menular, mengingat penyebarannya yang cepat, tetapi mengatakan masih terlalu dini untuk menyimpulkan secara pasti tentang tingkat keparahan penyakit yang disebabkannya.

Meski demikian, para profesional medis mengatakan vaksinasi masih merupakan alat penting dalam perang melawan pandemi.

"Itu masih melindungi terhadap penyakit parah dan kematian, kami cukup yakin tentang itu," tukas Preiser.

Namun, dia menambahkan, "gambaran yang muncul adalah bahwa virus ini sangat mampu merusak respons kekebalan (jadi) jelas bahwa kita akan membutuhkan vaksin yang diperbarui."