JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa perkiraan defisit APBN 2021 akan berada di antara 5,1 persen hingga 5,4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Menurut Menkeu, outlook ini lebih rendah dari level defisit yang tertera di Undang-Undang APBN, yakni 5,7 persen dari PDB
“Tahun ini, anggaran dirancang dengan defisit 5,7 persen. Tetapi karena pemulihan yang kuat serta dari pendapatan dan ledakan komoditas, kami memperkirakan defisit akan bertahan di 5,1 persen sampai 5,4 persen PDB, jauh lebih rendah dari yang kami rancang sebelumnya,” ujar dia melalui saluran virtual dalam forum diskusi Bank Dunia, Kamis, 16 Desember.
Untuk diketahui, defisit sebesar 5,7 persen merupakan estimasi kekurangan anggaran yang diperkirakan bakal mencapai Rp1.006,4 triliun. Adapun, realisasi hingga 30 September adalah sebesar Rp452 triliun atau setara 2,74 persen PDB.
Menkeu menambahkan, untuk periode 2022, angka defisit dipatok pada level 4,8 persen dari PDB. Namun, angka tersebut belum mempertimbangkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang berpotensi memberikan tambahan penerimaan dan program pemulihan ekonomi tahun 2021 yang berdampak positif di berbagai sektor.
“Desain ini belum memperhitungkan beberapa reformasi di bidang perpajakan dan sisi fiskal,” tuturnya.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, bendahara negara menegaskan jika pemerintah akan terus bekerja makin baik untuk memulihkan ekonomi Indonesia pada 2022 mendatang. Menkeu meyakini bahwa peran kebijakan fiskal masih sangat penting, terutama di masa pandemi COVID-19.
Disebutkan APBN tahun depan akan tetap mendukung proses pemulihan dengan memprioritaskan belanja untuk pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), pendidikan, kesehatan, dan belanja sosial.
“Mudah-mudahan, tingkat pertumbuhan akan pulih di atas 5 persen. Dalam APBN 2022, kami menempatkan 5,2 persen untuk pertumbuhan ekonomi hingga 2022,” tutup Menkeu Sri Mulyani.