JAKARTA - Kementerian Agama telah mengajukan usulan pembentukan direktorat jenderal (ditjen) pesantren. Prosesnya masih menunggu persetujuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Presiden Joko Widodo.
"Progresnya sepanjang yang saya tahu sudah diajukan oleh Kementerian Agama, tinggal approval dari Kemenpan RB dan Presiden. Domain kita hanya pengusulan," ujar Dirjen Pendidikan Islam Kemenag M. Ali Ramdhani di Jakarta, Rabu 8 Desember.
Dhani menegaskan pembentukan Ditjen Pesantren itu penting direalisasikan karena pesantren punya keunikan tersendiri, baik dari sisi kurikulum maupun tujuan pendidikan.
Dari sisi kurikulum, pesantren berdiri sendiri tanpa ada campur tangan negara. Untuk menjaga mutu pendidikan akan di-monitoring dan diawasi majelis masyayikh, bukan Badan Akreditasi Nasional (BAN), seperti lembaga pendidikan lain.
"Mereka (di pesantren) punya majelis masyayikh untuk menjaga mutu, di kita (non pesantren) ada BAN, punya BAS. Di pesantren itu lain dan kurikulum tidak boleh diatur sama negara karena mereka punya khas," kata dia.
Sementara di tujuan pendidikan, menurut Dhani, ada tiga aspek yang menjadi kejaran utama dari pesantren, yakni dakwah, pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat.
"Tiga hal tersebut sulit dilakukan oleh pendidikan nonpesantren," kata dia.
Ia menjelaskan selama ini pesantren masuk pada domain Dirjen Pendidikan Islam Kemenag. Apabila disetujui menjadi direktorat baru, maka pendidikan Islam (pendis) hanya akan mengelola lembaga pendidikan madrasah hingga perguruan tinggi keagamaan.
Di satu sisi, Undang-Undang Pesantren yang baru diterbitkan menjadi pemantik semangat agar pesantren memiliki direktorat khusus di Kemenag.
"Sejak ada Undang-Undang Pesantren, seperti memandatkan ada eselon satu yang khas mengelola itu," kata dia.