JAKARTA - Paket stimulus baru yang akan dikeluarkan pemerintah yaitu bantuan gaji sebesar Rp600 ribu yang diberikan selama empat bulan, menuai kritik dari ekonom. Pasalnya, bantuan ini dinilai akan membuat kecemburuan dan ketidakadilan di tengah masyarakat.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, bantuan ini hanya akan menambah masalah baru untuk pemerintah di tengah pandemi COVID-19. Pembagian yang tidak merata cenderung akan berdampak akan adanya gesekan di tengah masyarakat.
"Pasti akan ada kecemburuan di tengah masyarakat. Di sektor formal kan ada 52 juta pekerja, informal sampai 50 juta pekerja, ya tentu saja kalau klasifikasinya katakanlah hanya sedikit pekerja yang mendapatkan, sementara tidak ada prioritas untuk kelompok pekerja yang paling bawah, tentu akan berpotensi meningkatkan kesenjangan," ujar Tauhid, saat dihubungi VOI, Selasa, 11 Agustus.
Menurut Tauhid, jika tujuan pemerintah mengeluarkan bantuan ini untuk meningkatkan konsumsi masyarakat guna menggerakan perekonomian nasional, sasarannya bukanlah pekerja dengan gaji atau upah di bawah Rp5 juta. Tetapi, masyarakat miskin yang memiliki gaji di bawah upah minimum provinsi (UMP) nasional Rp2,9 juta.
"Yang mendapatkan bantuan ini di bawah Rp5 juta dan rata-rata upah minimum secara nasional Rp2,9 juta, otomatis yang mendapatkan bantuan ini adalah masyarakat yang bukan kelompok miskin begitu. Karena kalau kita lihat yang katakanlah masyarakat miskin umumnya kan gajinya di bawah Rp2,3 juta bahkan Rp1,8 juta per bulan," tuturnya.
Tauhid mengatakan, karena sasaran pemerintah bukanlah masyarakat miskin, otomatis ketika mereka mendapatkan bantuan gaji tersebut tidak serta merta bantuan ini bisa mendorong konsumsi masyarakat. Sebab, bantuan biasanya akan digunakan untuk pengeluaran pendidikan, hingga kesehatan.
BACA JUGA:
"Memang akan terjadi daya beli tapi tidak besar sekali. Akan lain ceritanya kalau bantuan ini diperuntukkan bagi kelompok buruh yang memang rendah begitu ya di bawah Rp2,9 juta atau di bawah Rp2,5 juta. Itu akan jauh lebih mendorong mereka untuk meningkatkan daya beli mereka," jelasnya.
Pekerja Tak Terdaftar BPJS Ketenagakerjaan Lebih Butuh Bantuan
Tauhid mengatakan, idealnya bantuan gaji dari pemerintah ini menyasar pekerja sektor informal atau pekerja yang memang tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, namun memiliki penghasilan yang lebih rendah daripada rata-rata UMP nasional.
Lebih lanjut, Tauhid mengatakan, banyaknya pekerja yang tidak terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan karena syarat untuk ikut kepesertaan adalah UMP domisili. Sedangkan, gaji mereka rata-rata di bawah UMP.
"Misalnya pekerja dapat upahnya Rp1,5 juta, sementara upah minimum provinsinya Rp1,8 juta itu enggak bisa didaftarkan. Minimal adalah Rp1,8 juta padahal yang di bawah Rp1,8 juta riilnya tuh jauh lebih banyak dari apa yang didaftarkan oleh para pengusaha," tuturnya.
Menurut Tauhid, para pekerja yang bergaji di bawah Rp2,9 juta yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah. Sebab, mereka termasuk dalam kelompok miskin dan rentan miskin. Pemberian bantuannya pun harusnya tidak melalui BPJS Ketenagakerjaan, tetapi melalui perusahaan yang nantinya diverifikasi.
"Karena harusnya yang mendapat yang penghasilannya paling rendah. Karena mereka kalau rendah ada goncangan sedikit sensitif sekali terhadap kemiskinan, pengangguran bahkan dampak sosial di tengah masyarakat," jelasnya.