Komisi X DPR RI: Berikan Sanksi Bagi Sekolah yang Ngotot Buka di Tengah Pandemi Meski Tak Penuhi Syarat
Mendikbud Nadiem Makarim (Foto: Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian memahami pemerintah yang akan memperluas proses belajar sekolah secara tatap muka hingga ke zona kuning penyebaran COVID-19. Hanya saja dia meminta kesehatan dan keselamatan para siswa maupun guru di sekolah tetap harus menjadi prioritas dengan melakukan kontrol terhadap sekolah-sekolah yang telah dibuka.

Dia bahkan menilai perlu diadakan sidak untuk memantau kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut. Sebab, dia khawatir ada sekolah yang hanya secara formalitas saja dalam memenuhi syarat pembukaan sekolah di tengah masa pandemi COVID-19.

"Adakan sidak untuk memantau berjalannya (kegiatan belajar di sekolah, red) dan berikan sanksi bagi sekolah ataupun pemda yang terbukti belum memenuhi prasyarat tapi sudah berani membuka," kata Hetifah dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 8 Agustus.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini berharap agar kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ) tetap dijalankan meski sekolah di wilayah zona kuning telah dibuka. Hal ini, kata Hetifah, bertujuan untuk memberikan fasilitas bagi orang tua yang belum yakin anaknya untuk kembali di sekolah.

"Misalnya, proses belajar mengajar di kelas divideokan atau siswa lain bisa mengikuti melalui aplikasi teleconference. Jangan sampai karena sekolah dibuka dan mayoritas siswa masuk sekolah, mereka yang memilih untuk tetap di rumah jadi terdiskriminasi," jelasnya.

Selain itu, dia berharap kurikulum adaptif atau kurikulum darurat yang dipersilakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makariem untuk digunakan di masa pandemi COVID-19 tak hanya bisa digunakan bagi mereka yang melakukan pembelajaran jarak jauh. Kata dia, kurikulum ini harusnya bisa digunakan bagi pembelajaran tatap muka di sekolah.

Hal ini bertujuan agar murid di sekolah tidak stres untuk mengerjar materi yang terlalu banyak dan menjaga guru dari beban berlebih karena harus mengajar lebih dari satu shift.

Lebih lanjut Hetifah berharap agar opsi melakukan proses belajar tatap muka menjadi opsi terakhir yang diambil ketika pembelajaran jarak jauh tak bisa lagi dilaksanakan. Apalagi, pemerintah juga tidak mewajibkan meski membolehkan. "Oleh karena itu saya berharap kebijakan dari pemda, kepala sekolah, dan garda terakhir yaitu orang tua untuk mempertimbangkan masak-masak keputusan ini," ungkapnya.

"Kalau memang masih bisa di rumah, sebaiknya di rumah saja. Tapi kalau memang sulit dengan alasan keterbatasan internet, atau orang tua bekerja, barulah tatap muka ini dipilih sebagai opsi terakhir dengan protokol yang ketat," imbuhnya.

Sebelumnya, Pemerintah akan mengevaluasi surat keputusan bersama (SKB) kementerian terkait pembelajaran tatap muka di masa pandemi COVID-19. Nantinya, bukan hanya zona hijau, daerah dengan zona kuning juga boleh melakukan sekolah tatap muka.

Zona hijau adalah daerah kabupaten/kota yang belum pernah memiliki kasus konfirmasi COVID-19 atau tidak ada kasus baru selama 14 hari. Sementara, zona kuning adalah daerah dengan risiko penularan COVID-19 rendah.

"Kami akan merevisi SKB untuk perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam konferensi pers virtual di YouTube Kemendikbud RI, Jumat, 7 Agustus.

Meski begitu, Nadiem mengaku pemerintah tidak memaksakan bahwa semua sekolah di zona kuning dan hijau harus menjalankan pembelajaran tatap muka. "kami akan merevisi SKB untuk memperbolehkan, bukan memaksakan pembelajaran tatap muka," ucap dia.