Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan proses sinkronisasi daftar pemilih Pilkada 2020 yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum akurat.

Sinkronisasi dalam hal ini adalah proses pencocokan dan penelitian (coklit) untuk memastikan semua masyarakat yang berhak menjadi pemilih dan bisa menggunakan hak pilihnya di hari pemungutan suara.

Dalam tahapan coklit, petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) KPU mendatangi pemilih dari rumah ke rumah untuk melakukan pemutakhiran dan pendaftaran pemilih berdasarkan dokumen model A-KWK atau daftar berbasis tempat pemungutan suara (TPS).

Daftar pemilih dalam model A-KWK diambil dari daftar pemilih Pemilu 2019 dan daftar penduduk potensial pemilih pemilihan (DP4) untuk Pilkada Serentak 2020.

Adapun hasil sinkronisasi tersebut menghasilkan daftar pemilih dalam Daftar Pemilih Model A-KWK dengan cara  menambahkan pemilih pemula yang sudah berusia 17 tahun pada hari pemilihan, menghapus pemilih yang tidak memenuhi syarat (TMS) di Pemilu 2019.

Lalu, menambahkan pemilih dalam daftar pemilih khusus (DPK) Pemilu 2019, menambahkan pemilih belum 17 tahun tapi sudah menikah, dan identifikasi jumlah pemilih dalam satu TPS.

Dalam pengawasannya, Anggota Bawaslu Rahmat Bagja menyebut jajarannya menemukan 328.024 pemilih pemula di 235 kabupaten/kota yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih model A-KWK.

"Kedua, ditemukan 805.856 pemilih di 204 kabupaten/kota yang telah dinyatakan TMS di Pemilu 2019 namun masih terdaftar dalam daftar pemilih model A-KWK," kata Bagja dalam keterangannya, dikutip Jumat, 7 Agustus.

Kemudian, ditemukan 3.331 pemilih yang belum berumur 17 tahun sudah menikah di 142 kabupaten/kota yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih model A-KWK. 

"Selain itu, ada 66.041 pemilih dalam DPK Pemilu 2019 di 111 kabupaten/kota yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih model A-KWK. Juga ditemukan 182 kabupaten/kota yang terdapat pemilih yang terpisah TPS-nya," tambah dia.

Dengan demikian, Bagja menyimpulkan beberapa hal. Pertama, Proses sinkronisasi tidak memasukkan data penduduk paling mutakhir, yaitu penduduk yang berumur 17 Tahun dan belum 17 tahun yang sudah menikah.

"Ini dibuktikan dengan adanya pemilih pemula dan penduduk belum 17 tahun sudah menikah tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Model A-KWK," ungkapnya.

Kedua, proses sinkronisasi tidak menghasilkan daftar pemilih yang akurat, di mana daftar model A-KWK masih mencantumkan pemilih yang dinyatakan TMS dan tidak memasukkan pemilih dalam DPK Pemilu 2019.

Ketiga, daftar pemilih model A-KWK belum memenuhi syarat pembentukan pemilih dalam satu TPS dan belum memenuhi syarat kemudahan pemilih, ditemukan belum memenuhi prinsip satu keluarga memilih dalam satu TPS yang sama. 

"Hal ini membuktikan bahwa penyusunan jumlah pemilih per TPS pada pemilihan serentak 2020 tidak disusun secara maksimal mendasarkan pada daftar pemilih model A-KWK tersebut," pungkas Bagja.