Bagikan:

JAKARTA - Pegawai Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinas Kesehatan DKI Jakarta, melaporkan lima pejabat ke Anies Baswedan terkait upaya menghalang-halangi pekerja untuk membentuk dan menjalankan kegiatan serikat pekerja.

Dalam laporannya mereka meminta bantuan kepada Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia). Mereka menolak adanya larangan pembentukan serikat pekerja dan pembentukan perjanjian kerja bersama di internal AGD Dinkes DKI. 

Namun, ternyata tak semua pegawai sependapat dengan pelaporan tesebut. Ketua forum pegawai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) AGD Dinkes DKI, Dedi Warman menegaskan bahwa pihaknya tak ikut melaporkan lima pejabat Pemprov ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Kami ingin menyampaikan, kami tidak termasuk dalam pelaporan tersebut. Kami mengikuti aturan yang berlaku di AGD Dinkes," kata Dedi saat dikonfirmasi, Selasa, 4 Agustus.

Dedi bilang, dari 754 pegawai AGD Dinkes DKI, jumlah pegawai yang melaporkan lima pejabat kepada Anies tak sampai 200 orang. Sementara sisanya, kata Dedi mengikuti aturan yang berlaku.

Aturan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Unit AGD Dinkes Nomor 16 Tahun 2020, berisi tentang pedoman  pelaksanaan peraturan kepegawaian untuk pegawai pola pengelolaan keuangan BLUD AGD Dinkes DKI.

Menurut Dedi, pegawai mesti mematuhi aturan tersebut karena kini AGD tak lagi berbentuk yayasan dan sudah diakuisisi oleh Pemprov DKI. Itu artinya, pegawai Pemprov tak bisa seenaknya membuat serikat pekerja sendiri dan membuat kerja sama.

"AGD Dinkes ini instansi pemerintah, beda dengan instansi milik pemerintah. Kalau instansi milik pemerintah itu seperti BUMD, masih bisa melakukan hal itu (kerja sama dan serikat pekerja)," jelas dia. 

Adapun lima penjabat yang dilaporkan AGD Dinkes DKI melalui Aspek Indonesia adalah Kepala Unit Pelayanan Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan DKI; Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI; Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Keuangan Unit Pelayanan AGD Dinkes DKI; dan Koordinator Kepegawaian Unit Pelayanan AGD Dinkes DKI.

Dalam laporannya, sekretaris Jenderal Aspek Indonesia Sabda Pranawa Djati menganggap pelarangan ini melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

Pasal 1 UU Ketenagakerjaan menyebut setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.