Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan ada sejumlah hal yang dibahas dalam pertemuan antara KPK dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait dana hibah Program Organisasi Penggerak (POP).

Adapun salah satu hal yang dibahas adalah proses verifikasi terhadap organisasi penerima dana hibah yang tidak memadai. Sebab, ada satu lembaga yang ternyata menaungi beberapa organisasi.

"Kami mencatat sepertinya proses verifikasi terhadap organisasi penerima bantuan kurang memadai. Ada 150-an atau lebih organisasi yang menerima bantuan dan ada satu organisasi yang dia bisa menerima dua atau tiga bantuan," kata Alex dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI, Kamis, 30 Juli.

Dia mengatakan, kejadian itu bisa terjadi karena verifikasi hanya dilakukan dalam jangka waktu dua minggu. Padahal, organisasi yang perlu diverifikasi sebagai penerima POP di Kemendikbud berasal dari berbagai wilayah dan berjauhan.

"Jadi kami mengusulkan agar verifikasi diperdalam. Tidak hanya semata-mata terkait legalitas ormas yang menerima bantuan tapi track recordnya selama ini, pengalaman dia, dan hal lainnya," ujarnya.

Setelah mendengarkan masukan dari KPK tersebut, Alex mengatakan pihak Kemendikbud siap untuk melakukan kerja sama dengan Deputi Pencegahan KPK untuk melakukan verifikasi. Selain itu, proses verifikasi ini akan dilakukan bersama stake holder di daerah yang lebih memahami ormas mana yang pantas diberikan dana hibah.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan KPK akan membuat kajian terkait Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). 

Hal ini disampaikan Firli, setelah dia dan tiga pimpinan beserta Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan melaksanakan pertemuan dengan perwakilan Kemendikbud di Gedung Merah Putih KPK.

Dalam pertemuan yang berjalan selama satu jam tersebut, ada sejumlah pembahasan yang dilakukan secara intens yaitu mengenai verifikasi calon pemenang; keterlibatan pemangku kebijakan lain seperti BPKP dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota; serta proses perencanaan dan pertanggungjawaban program.

Diketahui, POP diluncurkan sebagai bagian dari kebijakan merdeka belajar episode keempat pada 10 Maret 2020. Program itu dirancang untuk mendorong terciptanya sekolah-sekolah penggerak dengan cara memberdayakan masyarakat melalui dukungan pemerintah.

Hal itu dilakukan dengan meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang dapat secara efektif meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.

Lalu, polemik POP ini muncul ketika Komisi X DPR RI Syaiful Huda (PKB) menilai ada kejanggalan di beberapa dari 156 lembaga pendidikan dan ormas yang nantinya akan mendapatkan dana hibah Kemendikbud dari APBN ini. 

Dia menilai, sejumlah perusahaan besar seperti Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto ikut mendapatkan dana tersebut. 

Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ferdiansyah (Partai Golkar) juga mempertanyakan rekam jejak organisasi kemasyarakatan (ormas) yang lolos seleksi POP. Pertanyaan ini pula yang melatarbelakangi PGRI, Muhammadiyah, dan LP Ma'arif NU mundur dari Program Organisasi Penggerak.