Dari berbagai masalah yang melatarbelakangi penggunaan obat kuat, krisis percaya diri jadi yang paling fundamental. Krisis itu parahnya diciptakan oleh kaum laki-laki sendiri, lewat pemikiran-pemikiran yang salah. Setidaknya itu yang kita pahami kala membaca "Masalah Percaya Diri Berbuah Problema Vitalitas". Lanjutan dari Tulisan Seri khas VOI, "Kuat karena Obat", kali ini kita lihat kemungkinan adanya peran industri farmasi dalam membentuk standar seks, menjerumuskan manusia dalam sudut pandang sesat tentang persenggamaan.
"Satoe waktoe toean perloe boeka? Toean bisa taoe kemanjoerannja. Adalah djagonja dalam pertolongan jang teroetama boeat orang lelaki jang tidak dapat perindahan tjoekoep dan sempoerna olih orang perempoean."
"Tanggoeng lantaran terboekti dan menjenangkan bagi jang pakai. Ini obat harga 1 doos tjoema f.3,- dan bisa pakai 15 atau 20 kali. Boeat jang beli 5 doos sama sekali, bisa dapat potongan 20%"
Di atas adalah potongan kopi dari sebuah iklan obat kuat bermerek Sjoerga Doenia. Produk itu diiklankan di sebuah koran Bentara zaman Hindia Belanda tahun 1921. Selain Sjoerga Doenia, terdapat iklan-iklan lain yang seirama. Ahmad Sunjayadi dalam buku berjudul (Bukan) Tabu di Nusantara mengabadikannya. Iklan lain untuk produk obat kuat bermerek Pil Koeat "Si Dongkrak" juga menjual narasi sama:
"Soeda di Gedeponeerd no. 15784 obat jang toelen pake etiket mera gambar orang koeat."
"Sanggop bikin seorang toea jang toyang (peloe) berbalik djadi gaga dan Tjongyang (moeda) kembali. Bikin tambah tenaga, hidoepin dara jang banjak pelesir haroes makan ini pil koeat boeat djaga diri djangan sampe djadi phonphe."
Lainnya, produk bernama Pil Seneng beriklan seperti di bawah:
Jika dicermati, kalimat-kalimat yang disampaikan seluruh iklan obat kuat superlawas itu terdiri dari setidaknya dua unsur. Pertama, mereka menyampaikan sebuah standar tentang seks ideal atau tolok ukur keperkasaan. Unsur yang kedua, mereka menempatkan diri hadir sebagai solusi dari permasalahan itu.
Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Ida Ruwaida Noor mengatakan, penggiringan persepsi macam ini terjadi di alam persenggamaan. Industri obat kuat memelihara --jika tak ingin disebut menciptakan-- standar baku soal durasi seks, frekwensi penetrasi, atau tingkat keras penis laki-laki.
Memelihara keresahan itu sebagai komoditi memang jalan rasional bagi industri obat kuat. Rasional, bukan baik. "Memang sudah ada standar yang berkembang di masyarakat, yang dasarnya mitos-mitos ... Sama dengan sugesti tentang kecantikan," kata Ida dihubungi VOI, beberapa waktu lalu.
Dipelihara industri
Melompat ke tahun-tahun modern. Narasi berisi seks ideal dan obat kuat sebagai solusi mendapatkannya terus terpelihara. Bedanya, iklan-iklan obat kuat modern mulai meninggalkan kebiasaan memancing daya khayal lewat kata-kata. Iklan obat kuat merambah ke layar kaca televisi dan situs berbagi video, YouTube.
Pesannya lebih kuat. Secara umum, kopi dalam iklan obat kuat modern dibalut dengan audio narasi yang ditutur oleh laki-laki bersuara berat (nge-bass). Visualnya pun lebih memikat. Perempuan putih berambut panjang dan bertubuh molek jadi objek pendukung. Seperti iklan di bawah ini, misalnya.
Selain itu, yang juga paling umum adalah iklan bergaya testimoni. Dalam iklan testimonial, biasanya pengiklan menampilkan seseorang dengan klaim keperkasaannya lantaran mengonsumsi obat kuat yang dijual. Iklan testimonial biasanya juga diperkuat oleh pendapat ahli dengan tujuan melegitimasi kemanjuran dan keamanan produk tersebut.
Yang paling kekinian, sekaligus yang paling populer, iklan produk obat kuat menggunakan influencer atau orang-orang yang memiliki pengaruh besar untuk menguliti luar dalam khasiat dari obat kuat. Iklan-iklan macam ini biasanya dilempar ke media sosial. Penggunaan influencer diyakini mampu memperkuat penggiringan persepsi.
Jualan di jalanan
Di jalan-jalan, industri obat kuat bergerilya dengan cara berbeda. Kami menyambangi sejumlah pedagang obat kuat di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat hingga Jatinegara, Jakarta Timur. Setidaknya ada tiga langkah yang dilakukan para pedagang obat kuat. Pertama, dengan penamaan warung.
Hal ini penting untuk mempertegas barang jualan mereka. Ini juga penting untuk calon pembeli mengidentifikasi dagangan mereka. Kios-kios biasanya menyematkan merek-merek populer di gerobak mereka. Ada yang mencatut nama Pil Biru Viagra, ada yang menyematkan obat perkasa Chiang-ta, atau yang menulis Vimax di gerobaknya.
Langkah kedua, nomorisasi kios. Selain memudahkan pembeli mengidentifikasi kios obat kuat mereka, penomoran juga penting untuk memudahkan jika pelanggan ingin kembali membeli obat kuat di kios mereka pada waktu mendatang. Bagaimana pun, kepercayaan adalah perkara krusial dalam bisnis ini. Selain itu, penomoran juga penting untuk memudahkan bandar besar mengelola kios-kios tersebut.
"Ada kan (bos besar). Distribusinya sama (warung-warung) dari tempat yang sama ambilnya," tutur Martin, seorang pedagang di Jatinegara, Jakarta Timur yang kami temui. Sayang, Martin menolak menceritakan lebih lanjut perihal distributor besar yang ia maksud.
Memanfaatkan ketidakpercayaan diri laki-laki
Di luar segala bentuk gerilya industri obat kuat, sejatinya mereka bergerak dengan landasan yang sama: ketidakpercayaan diri laki-laki. Menurut Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Ida Ruwaida Noor, ketidakpercayaan diri itu telah terbangun secara turun-temurun di tengah banyak laki-laki.
Menurut Ida, tradisi turun-temurun ini telah menjelma jadi memori kolektif yang membawa pengaruh besar pada kehidupan seksual banyak orang hari ini. "Kelelakian harus dibuktikan dengan keperkasaan. Tidak hanya urusan perang, tetapi juga ranjang," kata Ida.
Tuntutan inilah yang menurut Ida membebani laki-laki. Kaum adam merasa perlu membuktikan keperkasaan hingga banyak dari mereka yang terjerumus dalam lingkaran setan penggunaan obat kuat dan sudut pandang seksual menyimpang.
Penis, dengan segala simbol kekuatan turun-temurunnya seakan jadi variabel tunggal untuk hubungan seks yang berkualitas. Sesat. "Gagasan atas penis inilah sumber kekuasaan laki-laki," tukas Ida.
*Artikel ini telah mengalami perubahan di bagian standarisasi seksual. Sebelumnya, dijelaskan:
Sebelum industri kosmetik, kecantikan berdiri bebas nilai. Ia tak ditentukan oleh standar apa pun. Hitam dan putih kulit, tinggi dan pendek postur, semua berada di luar kotak pemafhuman. Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Ida Ruwaida Noor mengatakan, penggiringan persepsi macam ini terjadi di alam persenggamaan. Industri obat kuat memelihara --jika tak ingin disebut menciptakan-- standar baku soal durasi seks, frekwensi penetrasi, atau tingkat keras penis laki-laki.
Padahal, menurut Ida, pada dasarnya segala hal itu cuma mitos. Dan memelihara keresahan itu sebagai komoditi memang jalan rasional bagi industri obat kuat. Rasional, bukan baik. "Memang sudah ada standar yang berkembang di masyarakat, yang dasarnya mitos-mitos ... Sama dengan sugesti tentang kecantikan," kata Ida dihubungi VOI, beberapa waktu lalu.
*Telah diubah menjadi:
Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Ida Ruwaida Noor mengatakan, penggiringan persepsi macam ini terjadi di alam persenggamaan. Industri obat kuat memelihara --jika tak ingin disebut menciptakan-- standar baku soal durasi seks, frekwensi penetrasi, atau tingkat keras penis laki-laki.
Memelihara keresahan itu sebagai komoditi memang jalan rasional bagi industri obat kuat. Rasional, bukan baik. "Memang sudah ada standar yang berkembang di masyarakat, yang dasarnya mitos-mitos ... Sama dengan sugesti tentang kecantikan," kata Ida dihubungi VOI, beberapa waktu lalu.
Artikel Selanjutnya: Para Pemain dalam Industri Obat Kuat