Prajuritnya Tewas Tertembak: Rezim Militer Myanmar Serang Ratusan Bangunan, Termasuk Gereja dengan Artileri

JAKARTA - Amerika Serikat prihatin dan mengutuk rezim militer Myanmar, saat seratusan bangunan, termasuk tempat tinggal dan gereja Kristen menjadi sasaran serangan brutal pada pekan lalu.

"Kami mengutuk tindakan brutal seperti itu oleh rezim Myanmar terhadap orang-orang, rumah mereka dan tempat ibadah, yang menunjukkan pengabaian total rezim terhadap kehidupan dan kesejahteraan rakyat Burma", kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan pada Hari Minggu, menyerukan agar kekerasan diakhiri seperti melansir Reuters 1 November.

Pasukan rezim militer Myanmar menembaki Kota Thantlang di Negara Bagian Chin barat yang sebagian besar kosong pada Hari Jumat, menyebabkan kebakaran yang menghancurkan lebih dari 160 dari 2.000 rumah di kota itu.

Serangan itu terjadi setelah seorang tentara junta ditembak mati pada pukul 09:30 oleh Pasukan Pertahanan Chinland (CDF), yang telah memantau situasi di Thantlang, setelah anggota kelompok perlawanan setempat mengatakan mereka melihat dia menjarah sebuah toko.

Sebagai pembalasan atas pembunuhan itu, angkatan bersenjata junta yang menduduki daerah itu menembakkan setidaknya 10 peluru artileri ke kota. Dalam waktu satu jam, beberapa tentara telah tiba di lokasi di mana tentara itu tewas, kemudian mulai membakari rumah-rumah tanpa alasan, kata seorang juru bicara CDF.

Bangunan terbakar akibat serangan artileri di Thantlang, Negara Bagian Chin. (Sumber: Chinland Post via Mynmar Now)

"Mereka berjalan ke kota sekitar pukul 10:30 pagi dan membakar rumah-rumah secara acak," kata juru bicara dari CDF cabang Thantlang kepada Myanmar Now.

"Pada pukul 17.00, setidaknya 40 rumah telah terbakar, dengan api terus berkobar sepanjang malam," sambungnya.

Seorang pria yang tinggal di dekat Thantlang mengatakan kepada Myanmar Now, asap mash keluar dari wilayah kota itu pada Jumat malam. Sementara, pada pukul 9 pagi Sabtu, api telah padam tetapi rumah-rumah masih membara, menurut outlet berita Zalen.

CDF Thantlang mencatat sekitar 160 rumah yang hancur dan pada saat pelaporan masih memberi tahu pemilik rumah, kata juru bicara kelompok itu.

Tak hanya rumah, Church on the Rock, gereja Presbiterian, dan sebuah bangunan yang terhubung dengan Gereja Baptis Thantlang—jemaat terbesar di kota itu—juga terbakar dalam penembakan itu, kata Organisasi Hak Asasi Manusia Chin (CHRO) dalam sebuah pernyataan pada Jumat malam.

Sementara, Organisasi nirlaba internasional Save the Children juga melaporkan bahwa kantor lokal mereka di Thantlang hancur dilalap api.

Hampir semua dari 8.000 penduduk Thantlang mengungsi setelah serangan militer yang menghancurkan 18 rumah dan sebuah gedung pemerintah pada bulan September. Ini juga dilihat sebagai pembalasan terhadap publik dan perlawanan, setelah serangan oleh CDF dan Tentara Nasional Chin di pangkalan junta yang dilaporkan menewaskan sekitar 30 tentara.

Ribuan warga sipil yang mengungsi dari Thantlang telah berlindung di desa-desa di sepanjang perbatasan India-Myanmar, dengan yang lainnya menyeberang ke Negara Bagian Mizoram India.

Ilustrasi militer Myanmar. (Wikimedia Commons/Haruno Sakura from Team-7)

Setidaknya tiga orang, termasuk dua wanita tua, diketahui tetap tinggal di Thantlang setelah yang lain melarikan diri. Myanmar Now tidak dapat menghubungi mereka pada hari Jumat setelah penembakan militer.

Dalam pernyataan Jumat mereka, CHRO melaporkan bahwa lebih dari 20 anak dan guru mereka telah tinggal di panti asuhan yang terletak di pintu masuk Thantlang, membuat mereka tetap terjebak di sana.

"Penghancuran luas properti sipil, yang dilakukan secara serampangan dan tidak dibenarkan oleh kebutuhan militer apa pun, merupakan kejahatan perang dan pelanggaran berat hukum humaniter internasional," kata Salai Za Uk Ling dari CHRO dalam pernyataannya.

Sementara itu, Salai Issac Khen, mantan menteri kota Negara Bagian Chin di bawah administrasi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang digulingkan dalam kudeta 1 Februari di Myanmar, mengutuk penembakan pada Hari Jumat di sebuah unggahan Facebook, menyalahkan militer atas kehancuran setelah desas-desus beredar, penduduk Thantlang entah bagaimana bertanggung jawab atas kebakaran itu.

"Tidak mudah membangun rumah di perbukitan Chin. Orang-orang Chin tidak punya alasan untuk membakar rumah mereka sendiri," tulisnya.

Pada Hari Minggu, corong junta Global New Light of Myanmar menuduh PDF membakar rumah-rumah di Thantlang dan melakukan 'tindakan teroris.' Juru bicara dewan militer Jenderal Zaw Min Tun juga mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Hari Minggu, PDF lokal didorong oleh Pemerintah Persatuan Nasional Bayangan (NUG) dan hidup 'di bawah perlindungan rakyat', telah memicu kebakaran dan bahwa militer tidak dapat memadamkannya.

"Dewan militer akan tercatat dalam sejarah sebagai yang bertanggung jawab atas kebakaran di Thantlang hari ini," tulis Salai Issac Khen, mendesak semua anggota dewan militer etnis Chin untuk 'segera mengundurkan diri.'

Sekitar 200 tentara dari Divisi Infanteri Ringan 11 militer dan Batalyon Infanteri Ringan 269 yang berbasis di ibukota Negara Bagian Chin, Hakha, telah ditempatkan di sebuah bukit yang menghadap Thantlang, menurut CDF.

"Kami akan merebut kembali kota kami," tegas juru bicara CDF Thantlang.

Untuk diketahui, rezim militer Myanmar mengerahkan ribuan tentara ke Myanmar barat laut, termasuk Negara Bagian Chin dan wilayah Sagaing dan Magway, awal bulan ini. Langkah tersebut tampaknya merupakan persiapan untuk dorongan bersama untuk menghancurkan gerakan perlawanan yang telah menimbulkan banyak korban di tentara junta.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.