Penemuan Batu Penggilingan Peninggalan Sejarah di TB Simatupang, Menambah Koleksi di Balai Budaya Condet
JAKARTA - Koleksi benda-benda bersejarah di Balai Budaya Condet, Jakarta Timur, kini bertambah lagi. Hal tersebut seiring ditemukannya Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) berupa batu penggilingan peninggalan abad ke-18 dari bawah trotoar Jalan TB Simatupang, Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana mengatakan, evakuasi penyelamatan ODCB dilakukan bersama Pusat Konservasi Cagar Budaya dan Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Timur.
"Ini upaya perlindungan dan penyelamatan agar objek lebih terlindungi," kata Iwan dikutip dari laman ppid Jakarta, Sabtu, 30 Oktober.
Menurut Iwan, penemuan ODCB ini bukanlah hal yang baru. Sebelumnya, ODCB batu penggilingan juga pernah ditemukan di kawasan Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.
Bahkan dikatakannya, penemuan ODCB batu penggilingan di Cakung jumlahnya cukup banyak. Sedikitnya, lima unit batu penggilingan peninggalan sejarah pernah ditemukan disana.
Saat ini, batu penggilingan yang ditemukan di Jalan TB Simatupang masih melalui proses pembersihan dan perbaikan di bagian objek yang rusak. Nantinya, sambung Iwan, batu bersejarah itu akan diberikan narasi yang berisi keterangan terkait sejarah dan fungsi batu penggilingan tersebut.
Pemberian keterangan itu untuk memudahkan masyarakat yang mengunjungi Balai Budaya Condet agar lebih mengerti nilai sejarah dan asal-usulnya. Lebih lanjut Iwan mengatakan, batu penggilingan peninggalan sejarah juga terdapat di Museum Sejarah Jakarta.
Adapun sejarah batu penggilingan, merupakan alat pengolah tebu yang digunakan pada abad ke-17 hingga ke-18 Masehi.
Melansir dalam tulisan Haan (1935: 323-324), terdapat istilah suikermolen yang berarti pabrik pembuatan gula. Pada abad ke-18, istilah pabrik pembuatan gula ini merujuk pada pabrik gula dengan peralatan tradisional sederhana yang menggunakan batu untuk menggiling tebu.
Pada masa itu, gula menjadi salah satu komoditas penting untuk perdagangan di dunia. Batavia adalah salah satu daerah penghasil gula, di mana hasilnya diekspor ke Cina dan Jepang.
Produksi gula di Batavia dilakukan oleh orang-orang Cina yang bermukim di wilayah Pecinan. Menyadari produksi gula memberikan keuntungan, VOC akhirnya membuat ketetapan bahwa gula di Batavia wajib dijual kepada VOC, tidak boleh diperjualbelikan kepada pihak lain. Bahkan, VOC yang menentukan harga gula.
Tahun 1710 adalah puncak kejayaan produksi gula di Batavia, di mana terdapat 130 pabrik pembuat gula yang dimiliki oleh orang Cina, dengan sebagian besar berada di sekitar Sungai Ciliwung.
Baca juga:
Namun, setelahnya, produksi gula mengalami penurunan yang ditandai dengan berkurangnya pabrik gula. Pada tahun 1738, terdapat 80 pabrik gula. Kemudian, di tahun 1750, terdapat 66 pabrik gula. Lalu, pada tahun 1786, hanya terdapat 44 pabrik gula.
Setelah menurunnya produksi tebu di Batavia dan keluarnya orang-orang Cina dari Batavia pada tahun 1740, mereka mulai mendirikan bentengan-bentengan dengan pagar tinggi yang selanjutnya disebut Cina Benteng. Salah satunya, mulai membuat pabrik penggilangan tebu untuk dijadikan gula pasir di wilayah Cakung.
"Proses evakuasi batu oenggilingan dari trotoar Jalan TB Simatupang berjalan lancar atas bantuan dan kerja sama Sudin Bina Marga Jakarta Timur, Sudin Penanggulangan Kebakaran Jakarta Timur, Kelurahan Gedong, dan pihak-pihak terkait," katanya.