Pemusnahan 15 Juta Cerpelai Dianggap Ilegal, PM Denmark Berisiko Dihadapkan ke Pengadilan Nasional
JAKARTA - Keputusan kontroversial Denmark untuk memusnahkan 15 juta cerpelai, dengan dalih guna mencegah penyebaran COVID-19 yang bermutasi dinyatakan ilegal.
Kondisi yang menyebabkan 'permainan' saling menyalahkan yang melibatkan politisi top. Perdana Menteri Mette Frederiksen berisiko dihadapkan ke pengadilan nasional akibat 'Minkgate' yang dipandang sebagai salah satu skandal politik terbesar Denmark di zaman moderen.
Semua pesan teks dari hari-hari ketika Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen membuat keputusan kontroversial untuk membantai semua stok cerpelai negara telah dihapus, TV2 melaporkan, seperti melansir Sputnik News 28 Oktober.
Keputusan untuk membunuh 15 juta cerpelai untuk menghentikan varian COVID yang bermutasi, karena takut akan campur tangan dengan proses vaksinasi memicu kontroversi, dinilai inkonstitusional lantaran hukum Denmark tidak mendukung pembunuhan hewan yang sehat.
Komisi khusus yang dibentuk awal tahun untuk menyelidiki kasus ini, telah mengumpulkan lebih dari satu juta dokumen dan email untuk memetakan jalannya peristiwa.
Komisi meminta pesan teks perdana menteri dari hari-hari di mana keputusan itu dibuat, namun tampaknya tidak tersedia. Staf Mette Frederiksen mengatakan, pesan akan dihapus secara otomatis setelah 30 hari.
Sementara, menurut profesor hukum Frederik Waag dari University of Southern Denmark, kondisi tersebut ini bisa menjadi kriminal dalam dirinya sendiri.
"Jika Anda menghapus semuanya tanpa mempertimbangkan penjurnalan, itu menjadi ilegal, karena pesan teks umumnya dianggap sebagai surat biasa", terang Waag kepada surat kabar Ekstra Bladet.
Menyusul kegemparan media, Mette Frederiksen berjanji bahwa kementerian akan mencoba dan memulihkan pesan teks yang dihapus dan meninjau pedomannya.
Namun, Radio Denmark memperoleh pesan teks yang menunjukkan bagaimana tangan kanan Frederiksen, Menteri Luar Negeri Barbara Bertelsen, menekan mantan kepala departemen di Kementerian Pangan Henrik Studsgaard untuk membiarkan mantan menteri Mogens Jensen terlibat dalam urusan ini. Menurut Radio Denmark, pesan-pesan itu tetap utuh di telepon Studsgaard, tetapi dihapus di telepon Bertelsen.
"Satu-satunya kesempatan menteri Anda untuk membalikkan keadaan ini adalah menerimanya dengan tulus dan sepenuh hati. Setiap sisa dari upaya nyata sebelumnya untuk menyebarkannya kepada orang lain, termasuk pemerintah pada umumnya dan dengan demikian perdana menteri, akan memukulnya lebih keras", tulis Berthelsen dalam salah satu pesannya, seperti dikutip Radio Denmark.
Baca juga:
- Kabar Gembira, Pakar Sebut Vaksin COVID-19 untuk Anak Usia 5-11 Tahun Kemungkinan Tersedia Bulan Depan
- Diplomat PBB Sebut Pemimpin Rezim Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing Harus Diganti
- Menhan Annegret Kramp-Karrenbauer Singgung Senjata Nuklir, Kementerian Pertahanan Rusia Panggil Atase Jerman
- Kelompok Bersenjata Serang Masjid Nigeria saat Salat Subuh: 18 Tewas, 20 Luka-luka dan Lebih dari 10 Orang Diculik
Selama musim gugur dan awal musim dingin ini, total 61 interogasi akan diadakan dengan pegawai kementerian, pejabat pemerintah, perwakilan industri, dan menteri. Terakhir dalam daftar, perdana menteri sendiri akan bersaksi pada 9 Desember.
"Deskripsi pekerjaan ditulis berdasarkan gagasan 'tersangka utama', yaitu perdana menteri", kata Michael Gøtze, profesor hukum administrasi di Universitas Kopenhagen, pada awal Oktober.
Tahun lalu, drama ini kembali mengambil plot twist yang suram, setelah cerpelai terkubur di kuburan dangkal satu meter ke dalam tanah, mulai membengkak dengan gas dan menembus, memicu lelucon mengerikan tentang "cerpelai zombie".
Tahun ini, pekerjaan menggali dan membuang cerpelai busuk terakhir dari kuburan darurat mereka telah selesai. Para ahli sekarang akan menyelidiki apakah bangkai itu menyebabkan kerusakan lingkungan dan apakah perlu tindakan lebih lanjut.