Soal Pemakaian Mustafa Kemal Ataturk Jadi Nama Jalan, Sekjen PBNU: Lebih Bijaksana Pakai Tokoh Betawi

JAKARTA - Wacana menjadikan nama Mustafa Kemal Ataturk sebagai penamaan jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, masih menuai pro dan kontra di masyarakat.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) tegas menolak usulan nama jalan Mustafa Kemal Ataturk karena reputasinya yang dianggap sebagai tokoh Turki dengan pemikiran sesat. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas pada Minggu, 17 Oktober.

Hal senada juga disampaikan oleh anggota DPR Fadli Zon yang tidak setuju Mustafa Kemal Ataturk dijadikan nama jalan. Fadli Zon mengusulkan Fatih Sultan Mehmet II atau Muhammad al Fatih sebagai nama jalan di Jakarta, bukan Ataturk.

Menyikapi perdebatan tersebut, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Sekjen PBNU), Ahmad Helmy Faishal Zaini, menilai ketimbang menggunakan nama Kemal Ataturk, lebih baik nama jalan tersebut menggunakan nama tokoh betawi.

"Tentang rencana pemberian nama jalan protokol Jakarta dengan nama tokoh pembaharu Turki, menurut saya jauh lebih bijaksana jika menggunakan nama tokoh Betawi yang menginspirasi, seperti Guru Manshur (Jembatan Lima), Guru Mughni (kuningan), dan Guru Marzuki (Cipinang). Setuju?" ujar Faishal, Rabu, 20 Oktober.

Hal yang diutarakan Sekjen PBNU tentu berlawanan dengan Wakil Katib Suriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, Taufik Damas. Sebelumnya, dia justru ingin tahu umat Islam mana yang sakit hati jika Mustafa Kemal Ataturk dijadikan nama jalan di Jakarta.

Di sisi lain, Taufik Damas mengaku tidak melihat adanya masalah jika Mustafa Kemal Ataturk dijadikan nama jalan di Jakarta.

"Kalau ditanya (usulan nama jalan Mustafa Kemal Ataturk) menyakiti hati umat Islam, itu saya hanya bertanya, itu umat Islam yang mana? Karena umat Islam yang punya pengalaman langsung dengan Mustafa Kemal Ataturk ya umat Islam Turki," kata Taufik Damas, Senin, 18 Oktober.

Diketahui, rencana pemberian nama jalan Mustafa Kemal Ataturk merupakan permintaan dari pemerintah Turki.

Ini merupakan bagian dari imbal balik atas permintaan pemerintah Indonesia yang ingin mengganti jalan di depan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ankara, dengan nama Jalan Ahmed Sukarno