Soal Pelita Air Gantikan Flag Carrier Penerbangan Nasional, Bos Garuda Indonesia: Itu Pandangan Kementerian BUMN
JAKARTA - Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra merespons soal wacana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan menggantikan flag carrier penerbangan nasional ke Pelita Air milik Pertamina. Menurut dia, hal tersebut adalah pandangan pemegang saham terkait berbagai opsi dalam pemulihan kinerja Garuda Indonesia.
"Hal tersebut merupakan pandangan dari Kementerian BUMN, selaku pemegang saham mayoritas Garuda Indonesia dalam melihat berbagai kemungkinan melalui perspektif yang lebih luas atas berbagai opsi-terkait langkah pemulihan kinerja Garuda Indonesia," katanya kepada wartawan, Senin, 18 Oktober.
Seperti diketahui, Kementerian BUMN tengah membuka opsi kepailitan maskapai Garuda lantaran permasalahan utang segunung yang mencapai Rp70 triliun lebih.
Saat ini, Irfan mengatakan, fokus utama Garuda Indonesia adalah untuk terus melakukan langkah akseleratif pemulihan kinerja. Utamanya melalui program restrukturisasi menyeluruh yang sedang dirampungkan.
"Upaya tersebut turut kami intensifkan melalui berbagai upaya, langkah penunjang perbaikan kinerja Garuda Indonesia secara fundamental khususnya dari basis operasional penerbangan," jelasnya.
Irfan juga mengaku optimistis kinerja Garuda kembali membaik. Apalagi, dengan adanya sinyal positif industri penerbangan nasional di tengah situasi pandemi COVID-19 yang kini mulai terkendali. Termasuk juga dengan dibukanya sektor pariwisata unggulan Indonesia, seperti Bali dan Kepulauan Riau yang dibuka sejak 14 Oktober.
"Ini menjadi momentum penting dalam langkah langkah perbaikan kinerja yang saat ini terus kami optimalkan bersama seluruh stakeholders terkait," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengakui kondisi Garuda saat ini sangat berat dan rumit. Apalagi, dengan kondisi keuangan yang terpuruk, hingga minus 2,6 miliar dolar AS. Garuda pun harus meminta keringanan dari para lessor.
Menurut Tiko sapaan akrabnya, dalam pembahasan, para lessor pun terus diyakinkan bahwa Garuda masih punya prospek untuk bertahan, lantaran memiliki pasar domestik yang besar. Ia mengatakan bahwa sejauh ini cukup banyak yang tertarik.
Namun, tak hanya pembahasan restrukturisasi dengan para lessor, peluang Garuda di gugatan PKPU pun masih 50:50 untuk menang atau gagal. Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, pemerintah pun menyiapkan opsi agar industri penerbangan bisa tetap bergerak.
Baca juga:
- Garuda Indonesia Raih Pengakuan Internasional di Ajang Skytrax World Airline Awards 2021
- Kabar Garuda Indonesia Tak Lagi Berkantor di Bandara Soetta, Dirut: Hoaks, Sekalian Saja Dibilang Ngantor di Samping Warteg
- Lebih Parah dari Garuda Indonesia, AirAsia Ternyata Lebih Hancur-hancuran karena Rugi Rp84 Triliun di Semester I 2021
- Alasan Erick Thohir Pangkas Jumlah Komisaris dan Direksi Garuda Indonesia: Bersih-Bersih Masalah Keuangan
Jika Garuda kalah di PKPU atau gagal restrukturisasi, pemerintah menyiapkan Pelita Air untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan Garuda. Bahkan Kementerian BUMN pun sedang mengajukan perizinan bagi Pelita Air untuk bisa mengantongi medium class schedule flight. Hal ini karena seluruh sahamnya dimiliki Pertamina.
Namun, jika restrukturisasi utang Garuda ternyata berhasil, maka Pelita Air tetap bakal dioperasikan sebagai maskapai full service domestik.
Seperti diketahui, Garuda Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp2,6 triliun pada tahun lalu akibat pandemi. Adapun pendapata Garuda Indonesia hanya 1,49 miliar dolar AS, berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2020.
Angka tersebut merosot tajam dibanding sebelum terdampak pandemi atau pada 2019 yang mencetak pendapatan 4,57 miliar dolar AS. Apalagi, adanya kebijakan PPKM di tengah lonjakan kasus COVID-19 di Tanah Air juga berdampak signifikan terhadap keberlangsungan bisnis Garuda.