Mengapa Ekspor Sido Muncul Melesat 38 Persen di Kuartal III 2021, Produsen Tolak Angin dan Kuku Bima Ini Beberkan Rahasianya

JAKARTA - PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) mencetak kinerja pertumbuhan ekspor 38 persen sepanjang tahun ini hingga September 2021. Meski masih di situasi pandemi, produsen jamu dan suplemen kesehatan tersebut mampu meningkatkan kinerja melalui beberapa strategi.

Direktur Utama Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul David Hidayat menjelaskan, strategi ekspor sampai dengan kuartal III 2021 adalah dengan pengembangan distribusi di negara-negara fokus seperti Nigeria, Malaysia dan Filipina.

"Perseroan juga fokus dengan pengembangan negara-negara baru terutama di sekitar Asia untuk penetrasi pasar di tahun mendatang," ujar David, dikutip dari bisnis.com. Senin 11 Oktober.

David lebih lanjut menuturkan, pertumbuhan kinerja ekspor ini akan terus dipertahankan hingga kuartal IV 2021. Anak usaha Sido Muncul, diakui David, juga sudah mendapatkan kontrak pemesanan yang perlu dikirimkan hingga akhir tahun.

"Anak perusahaan kami, Semarang Herbal Indoplant telah mengantongi order yang harus terkirim sampai akhir tahun ini. Sehingga total penambahan sekitar 3,5 juta dolar AS dibandingkan dengan 2020," jelas dia.

Sebelumnya, Direktur Keuangan Sido Muncul Leonard menyatakan dari segi penjualan ekspor, tahun ini perseroan masih mempertahankan momentum pemulihan dan menjadikan Nigeria dan Malaysia sebagai kontributor utama. Leonard menyebutkan, alih-alih melakukan ekspansi ke negara lain, perseroan memilih untuk tetap fokus pada dua negara tersebut.

Sebagai informasi, Sido Muncul konsisten mencetak pertumbuhan laba bersih 2 digit hingga semester pertama tahun 2021. Adapun kinerja keuangan yang apik ini didorong oleh kinerja penjualan yang tumbuh sebesar 13 persen menjadi Rp1,65 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,5 triliun.

Naiknya penjualan pada kuartal II 2021 karena permintaan produk Tolak Angin yang tinggi selama Ramadan, serta produk-produk suplemen dan vitamin pada saat terjadinya lonjakan kasus COVID-19 yang ke-2 di Indonesia.

Kenaikan pada penjualan bersih ditambah biaya manajemen yang solid mendorong pertumbuhan laba bersih setelah pajak sebesar 21 persen atau menjadi Rp502,00 miliar pada semester pertama tahun ini dibandingkan tahun lalu sebesar Rp413,79 miliar.