TWK Diragukan Usai 57 Pegawai Ditawari Jadi ASN Polri, KPK: Kredibel Atau Tidak Itu Wilayahnya BKN

JAKARTA - Rencana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menarik Novel Baswedan dkk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) setelah didepak dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menimbulkan keraguan terkait Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Banyak pihak menganggap TWK pegawai KPK tidak kredibel sebab Novel dkk kini malah diincar untuk direkrut Korps Bhayangkara. Padahal, hasil asesmen itu menyatakan mereka tidak bisa dibina sehingga tak bisa dilantik menjadi ASN di KPK.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memastikan tes yang jadi syarat alih status pegawainya itu murni menjadi tanggung jawab Badan Kepegawaian Negara (BKN) selaku pelaksana. KPK sebagai pengguna, kata dia, tidak dalam tempatnya untuk mengomentari lebih jauh perihal kredibel atau tidaknya pelaksanaan TWK.

"KPK sekali lagi dalam pelaksanaan TWK berdasarkan hukum, yang melaksanakan adalah BKN, yang menentukan hasilnya adalah BKN. Kami taat pada kewenangan masing-masing pihak yaitu BKN," kata Ghufron kepada wartawan, Jumat, 8 Oktober.

"Jadi kami tidak dalam kapasitas mengomentari berarti TWK kemarin tidak kredibel dan lainnya. Sekali lagi, itu wilayah BKN," imbuhnya.

Menurut Ghufron, BKN yang bisa menjelaskan mengapa puluhan pegawainya, termasuk Novel Baswedan tidak lolos TWK tapi malah dilirik dan bisa menjadi ASN di Polri.

"Sekali lagi itu wilayah dari BKN yang menentukan, kami hanya pada posisi user dalam pelaksanaan TWK. Pelaksanaan TWK dilakukan BKN, penentuan hasilnya juga oleh BKN," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Polri menyatakan keseriusannya untuk merekrut 57 mantan pegawai KPK termasuk Novel Baswedan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Korps Bhayangkara. Keseriusan itu ditunjukan dengan telah menyiapkan berbagai rencana untuk merealisasikannya termasuk menggelar pertemuan.

Sebagai informasi, pada 30 September kemarin sebanyak 57 pegawai KPK yang tidak lulus TWK diberhentikan dengan hormat oleh KPK.

Para pegawai KPK yang diberhentikan berasal dari berbagai jenjang jabatan mulai dari deputi, direktur hingga pegawai fungsional dan penyidik seperti Novel Baswedan, Yudi Purnomo, Rizka Anungata, Harun Al Rasyid, Budi Agung Nugroho dan nama-nama lain.